Solidaritas.net – Penghisapan nilai lebih (jam kerja yang tidak dibayarkan kapitalis kepada buruh) yang dilakukan di pabrik/perusahaan wujud kongkritnya ada dalam barang dagangan (komoditas), karena ia tertanam dalam barang dagangan (komoditas), dan bila barang dagangan (komoditas) tersebut belum terjual, maka nilai lebih (jam kerja yang tidak dibayarkan kapitalis kepada buruh) belum lah sampai ke tangan kapitalis; atau, barang dagangannya (komoditasnya) harus terjual terlebih dahulu, dan harus diterima dalam bentuk nilai uang (moneter).
Jadi, sirkulasinya adalah: UANG (U-1) yang dibelanjakan untuk membeli tenaga kerja buruh (TK-1) kemudian digunakan memproduksi (P) barang dagangan (komoditas) sehingga buruh dapat menghasilkan atau menanamkan nilai tambah (TK-2) dalam barang dagangan (komoditas) tersebut, dan barang dagangan (komoditas) tersebut akan diubah ke dalam bentuk uang (nilai moneter) dengan menjual barang dagagan (komoditas) tersebut (U-2).
Sirkulasinya: U-1 — TK-1 — P — TK-2 — U-2
U-1 = misalkan 6 = uang modal pertama (yang akan digunakan untuk membeli tenaga kerja buruh)
P = Produksi
TK-1 = misalkan 6 = uang modal yang dibayarkan untuk upah dan tunjangan-tunjangan buruh
TK-2 = misalkan 70 = hasil tenaga kerja buruh yang tertanam di dalam barang dagangan (komoditas) yang dijual di pasar; atau, dengan kata lain, karena kapitalis hanya mengeluarkan uang modal sebesar 6 untuk membayar upah dan tunjangan-tunjangan buruh, sedangkan ia menjual hasil tenaga kerja buruh sebesar 70, maka ada 7 – 6 = 64 tenaga kerja buruh yang tidak ia bayarkan kepada buruh, alias dirampas oleh kapitalis. Itulah yang dinamakan nilai lebih (tenaga kerja buruh yang tidak dibayarkan kapitalis kepada buruh)
U-2 = Barang dagangan (komoditas) yang sudah berubah menjadi uang (nilai moneter); atau, nilai lebih (tenaga kerja buruh yang tidak dibayarkan kapitalis kepada buruh) tersebut tidak akan berada di tangan kapitalis bila barang dagangan (komoditas) nya belum terjual di pasar dan belum berubah menjadi uang (nilai moneter). (Baca juga: Kekuasaan Kapitalis di Pabrik)
Jadi, bila kita lihat dalam pelajaran yang lalu hambatannya bagi kapitalis adalah dalam dunia produksi, yakni: batasan fisik buruh dan moral sosial untuk memperkerjakan buruh terus menerus selama 24 jam. Hambatan tersebut sudah bisa diatasi dengan cara mempercanggih mesin/perkakas produksi atau mempertinggi teknologi produksi, sehingga kapitalis bisa mengoperasikan mesin/perkakas produksinya selama 24 jam (dengan mempekerjakan buruh sistim shift/bergiliran) dengan biaya produksi per unitnya yang lebih rendah (sehingga harganya juga jadi lebih murah) dan barangnya akan lebih bagus (karena diproduksi mesin). (Baca juga: Penghisapan dan Perampasan Keringat Buruh)
Sekarang, dalam sirkulasi dunia kapitalis, terdapat hambatan ke-2, yakni: bagaimana nilai lebih (jam kerja yang tidak dibayarkan kapitalis kepada buruh) dapat diubah menjadi uang (nilai moneter) agar dapat dijadikan modal kembali yang lebih besar, bisa ditumpuk menjadi modal berikutnya yang semakin besar. Kenapa kapitalis harus menumpuk modal sehingga modalnya menjadi semakin besar? (Dan untuk menumpuk modal agar modalnya menjadi lebih besar maka ia harus terus menerus merampas nilai lebih atau harus terus menerus merampas tenaga kerja yang tidak dibayarkan kapitalis kepada buruh.) Itu merupakan HUKUM BESI YANG HARUS DIPATUHI OLEH KAPITALIS. Mengapa? Karena ia harus bersaing di pasar–baik dari barang dagangan (komoditas) sejenis atu pun dari yang tak sejenis. Dan agar ia menang dalam persaingan tersebut, maka ia harus memproduksi barang yang lebih banyak dengan biaya per unit yang lebih rendah (agar barang dagangannya/komoditasnya murah) dan dengan kwalitas yang lebih baik. Untuk itu, ia harus mempercanggih mesin/perkakas produksinya, atau mempertinggi teknologi produksinya. Akhirnya, untuk mempercanggih mesin/perkakas produksinya, atau mempertinggi teknologi produksinya, ia harus merampas nilai lebih atau harus terus menerus merampas tenaga kerja yang tidak dibayarkan kapitalis kepada buruh. Tidak ada cara lain dan tidak ada tempat lain untuk mendapatkan modal tambahan mempercanggih mesin/perkakas produksinya, atau mempertinggi teknologi produksinya. Itulah mengapa adalah salah bila beranggapan bahwa: ada kapitalis yang jahat ada kapitalis yang baik. Tidak ada kapitalis yang baik. Karena sekali si kapitalis menjadi baik, maka ia telah melanggar hukum besi dunianya dan, itu artinya, ia sedang melakukan bunuh diri atau sedang membiarkan dirinya (atau barang dagangan/komoditasnya) kalah di pasar.