SP3 dalam pekerjaan adalah hal yang ditakuti oleh pekerja. Bagi pekerja, SP3 adalah pemecatan dirinya dari tempat pekerjaannya. Tetapi, apakah memang benar seperti itu ? Lalu apa penyebabnya hingga perusahaan dapat mengeluarkan SP3, dan apa kompensasinya ? Simak sampai akhir artikel ini, yang akan menjelaskan semua hal yang berkaitan dengan SP3 di dalam pekerjaan. Di akhir artikel nanti juga akan ada hal penting tentang SP3 dari tinjauan undang-undang baru yang terkait dengan ketenagakerjaan, yaitu UU Cipta Kerja.
Surat Peringatan Dalam Pekerjaan
Surat peringatan dalam dunia kerja sudah tidak asing lagi bagi kita-kita yang sudah pernah atau sedang menjalani pekerjaan formal. Namun penerapan surat peringatan tersebut selalu jadi tanda tanya (terutama) bagi pekerja. Pertanyaan yang sering disampaikan adalah tentang dasar penerbitannya, masa berlaku, jenis sanksi hingga kompensasi yang diterima.
Pengertian Surat Peringatan
Tidak ada definisi yang baku tentang surat peringatan. Tetapi dari banyak pengalaman di berbagai tempat ada satu pemahaman yang bisa diterima oleh semua tentang definisinya. Surat peringatan adalah surat yang diberikan perusahaan atau pemberi kerja kepada pekerja yang berisikan pemberitahuan yang menyatakan bahwa penerima surat tersebut diberi peringatan tertulis karena kesalahan atau pelanggaran yang telah dilakukan oleh pekerja.
Menjadi suatu keharusan, bila pemberian surat peringatan ini selalu diawali dengan teguran atau peringatan secara lisan terlebih dahulu. Oleh karena itu hampir jarang ada pemberian surat peringatan dilakukan secara langsung atau tiba-tiba, kecuali memang pekerja telah melakukan pelanggaran berat.
Dalam surat peringatan tersebut seharusnya juga mencantumkan jenis pelanggaran yang dilakukan pekerja, sehingga pekerja tahu apa kesalahannya. Namun yang perlu dipahami, bagaimanapun juga surat peringatan adalah salah satu bentuk pembinaan perusahaan kepada pekerjanya.
Pemberian Surat Peringatan Akibat Pelanggaran
Dalam suatu perusahaan seharusnya mempunyai peraturan perusahaan. Sesuai UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pasal 111 bahwa susunan peraturan perusahaan ini wajib diperbaharui dan disahkan oleh pejabat atau instansi terkait maksimal dalam masa 2 (dua) tahun.
Peraturan perusahaan ini salah satu isinya adalah tentang tata tertib perusahaan, selain tentang hak dan kewajiban perusahaan dan pekerja. Dalam peraturan perusahaan itu biasanya juga sudah jelas tercantum macam-macam pelanggaran dan sanksinya bila peraturan itu dilanggar.
Demikian pula halnya yang tertulis di perjanjian kerja dan perjanjian kerja bersama. Di dalamnya tentu juga tertuliskan tentang hal-hal yang harus dipatuhi dan hal-hal yang harus dihindari bila tidak mau terkena sanksi seperti yang juga tertulis di dalam peraturan perusahaan.
Dari hal ini jelas, bahwa apapun macam dan jenis pelanggarannya bila memang itu sudah diatur atau dituliskan dalam peraturan perusahaan, perjanjian kerjasama dan/atau perjanjian kerja bersama, termasuk pencantuman sanksi yang dikenakan maka surat peringatan bisa diberikan ke pekerja. Namun sekali lagi dalam pemberiannya seharusnya didahului denga teguran dan peringatan lisan.
Tahapan Surat Peringatan
Sesuai dengan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pasal 161 bahwa pemberian surat peringatan dapat dilakukan dalam tiga tingkatan, yaitu ;
- Surat Peringatan Pertama (SP-1)
- Surat Peringatan Kedua (SP-2)
- Surat Peringatan Ketiga (SP-3)
Secara umum, masing-masing tahapan surat peringatan itu ketentuannya sudah diatur dalam Undang-Undang tersebut pada pasal 161 berikut dengan Penjelasannya, yaitu ;
- Masa berlakunya surat peringatan adalah 6 (enam) bulan, atau sesuai yang diatur dalam peraturan perusahaan, perjanjian kerjasama dan/atau perjanjian kerja bersama di suatu perusahaan
- Apabila surat peringatan masih berlaku dalam kurun waktu 6 (enam) bulan dan pekerja melakukan pelanggaran lagi (baik jenis pelanggaran yang sama dengan sebelumnya atau jenis pelanggaran lain) maka surat peringatan untuk tahap yang lebih tinggi bisa diberikan dan mulai diberlakukan.
- Apabila surat peringatan sudah melewati masa berlakunya dan pekerja melakukan pelanggaran lagi maka surat peringatan yang diberikan adalah kembali ke tahapan surat peringatan pertama.
- Oleh karena disebabkan pelanggaran yang dilakukan pekerja, maka perusahaan dapat memberhentikan (PHK) pekerja tersebut bila sebelumnya pekerja sudah menerima surat peringatan pertama, kedua dan ketiga secara berturut-turut. Jadi ketika pekerja menerima surat peringatan ketiga (SP-3), maka tidak secara otomatis pekerja diberhentikan (PHK).
Surat Peringatan Ketiga Dan Konsekuensinya
Surat peringatan ketiga memang masih banyak yang mengartikan bahwa pemberian surat tersebut sama halnya dengan memberhentikan pekerja. Pernyataan seperti tentu lah tidak tepat.
Hubungan SP-3 Dengan PHK
Dari uraian di atas sudah jelas bahwa pemberian surat peringatan ketiga kepada pekerja bukan berarti perusahaan memberhentikan (PHK) pekerja. Mekanisme pemberhentian pekerja yang disebabkan karena pekerja melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, harus lah melalui tahapan dalam pemberian surat peringatan tadi.
Jadi ketika masih dalam masa berlakunya surat peringatan ketiga kemudian ternyata pekerja tersebut kembali melanggar peraturan maka perusahaan dapat memberikan sanksi pemberhentian dari pekerjaannya atau dikenai PHK.
Kompensasi PHK Akibat SP-3
Masih terkait isi UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada pasal 161. Ketika pekerja di-PHK karena rentetan surat peringatan tadi dan berujung pada diberhentikannya sebagai pekerja, maka sesuai pasal 161 ayat 3 ada kompensasi yang harus diterima pekerja dari perusahaan tersebut, yaitu ;
- Uang pesangon, sebesar satu kali dari ketentuan berikut :
- Masa kerja < 1 tahun, maka diberikan 1 (satu) bulan upah
- Masa kerja 1 – 2 tahun, maka diberikan 2 (dua) bulan upah
- Masa kerja 2 – 3 tahun, maka diberikan 3 (tiga) bulan upah
- Masa kerja 3 – 4 tahun, maka diberikan 4 (empat) bulan upah
- Masa kerja 4 – 5 tahun, maka diberikan 5 (lima) bulan upah
- Masa kerja 5 – 6 tahun, maka diberikan 6 (enam) bulan upah
- Masa kerja 6 – 7 tahun, maka diberikan 7 (tujuh) bulan upah
- Masa kerja 7 – 8 tahun, maka diberikan 8 (delapan) bulan upah
- Masa kerja > 8 tahun, maka diberikan 9 (sembilan) bulan upah
Uang penghargaan masa kerja (UPMK), sebesar satu kali dari ketentuan berikut :
-
- Masa kerja 3 – 6 tahun, maka diberikan 2 (dua) bulan upah
- Masa kerja 6 – 9 tahun, maka diberikan 3 (tiga) bulan upah
- Masa kerja 9 – 12 tahun, maka diberikan 4 (empat) bulan upa
- Masa kerja 12 – 15 tahun, maka diberikan 5 (lima) bulan upah
- Masa kerja 15 – 18 tahun, maka diberikan 6 (enam) bulan upah
- Masa kerja 18 – 21 tahun, maka diberikan 7 (tujuh) bulan upah
- Masa kerja 21 – 24 tahun, maka diberikan 8 (delapan) bulan upah
- Masa kerja > 24 tahun, maka diberikan 10 (sepuluh) bulan upah
Uang penggantian hak, yang berupa :
-
- Cuti tahunan yang belum diambil haknya dan belum gugur
- Biaya pulang untuk pekerja dan keluarganya ke tempat pekerja diterima bekerja
- Penggantian perumahan, pengobatan dan perawatan bagi yang memenuhi syarat
Bagaimana Dengan UU Cipta Kerja
Setelah melalui mekanisme pengusulan, sosialisasi hingga pengajuan ke DPR-RI yang semuany memakan waktu hampir satu tahun, pada awal Oktober 2020 Pemerintah dan DPR-RI telah mengetok palu sebagai tanda mulai diberlakukannya UU Cipta Kerja atau yang lebih dikenal dengan Omnibuslaw. Sesuai yang disampaikan Pemerintah dan DPR-RI, UU Cipta Kerja ini diharapkan dapat membawa dampak untuk memperkecil angka pengangguran di Indonesia.
Terkait dengan surat peringatan pertama, kedua dan ketiga seperti yang dijelaskan di atas, dalam UU Cipta Kerja ini ketentuan tentang hal itu telah dihapus. Dengan demikian pasal 161 pada UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ditiadakan. Sampai dengan artikel ini ditulis, Pemerintah masih belum menentukan petunjuk teknisnya terkait dengan surat peringatan. Namun dalam beberapa pembahasan atau diskusi di media, Pemerintah akan mengeluarkan peraturan pemerintah yang akan mengatur hal itu. Arahnya lebih menyerahkan sepenuhnya kepada perusahaan, dalam hal ini dikembalikan pada peraturan perusahaan masing-masing.
Karena pasal 161 pada UU Cipta Kerja dihapus, maka tidak ada lagi ketentuan khusus pemberian kompensasi kepada pekerja yang terkena PHK, sebagai hasil dari pemberian surat peringatan ketiga.
Terkait dengan kompensasi sebagai pekerja yang di-PHK melalui surat-surat peringatan sebelumnya, maka di dalam UU Cipta Kerja pasal 156 diatur kompensasinya seperti berikut ini :
Uang pesangon, sebesar satu kali dari ketentuan berikut :
-
- Masa kerja < 1 tahun, maka diberikan 1 (satu) bulan upah
- Masa kerja 1 – 2 tahun, maka diberikan 2 (dua) bulan upah
- Masa kerja 2 – 3 tahun, maka diberikan 3 (tiga) bulan upah
- Masa kerja 3 – 4 tahun, maka diberikan 4 (empat) bulan upah
- Masa kerja 4 – 5 tahun, maka diberikan 5 (lima) bulan upah
- Masa kerja 5 – 6 tahun, maka diberikan 6 (enam) bulan upah
- Masa kerja 6 – 7 tahun, maka diberikan 7 (tujuh) bulan upah
- Masa kerja 7 – 8 tahun, maka diberikan 8 (delapan) bulan upah
- Masa kerja > 8 tahun, maka diberikan 9 (sembilan) bulan upah
Uang penghargaan masa kerja (UPMK), sebesar satu kali dari ketentuan berikut :
-
- Masa kerja 3 – 6 tahun, maka diberikan 2 (dua) bulan upah
- Masa kerja 6 – 9 tahun, maka diberikan 3 (tiga) bulan upah
- Masa kerja 9 – 12 tahun, maka diberikan 4 (empat) bulan upa
- Masa kerja 12 – 15 tahun, maka diberikan 5 (lima) bulan upah
- Masa kerja 15 – 18 tahun, maka diberikan 6 (enam) bulan upah
- Masa kerja 18 – 21 tahun, maka diberikan 7 (tujuh) bulan upah
- Masa kerja 21 – 24 tahun, maka diberikan 8 (delapan) bulan upah
- Masa kerja > 24 tahun, maka diberikan 10 (sepuluh) bulan upah
Uang penggantian hak, yang berupa :
-
- Cuti tahunan yang belum diambil haknya dan belum gugur
- Biaya pulang untuk pekerja dan keluarganya ke tempat pekerja diterima bekerja
- Hal-hal lain yang sesuai dan yang ada di peraturan perusahaan, perjanjian kerja dan/atau perjanjian kerja bersama.
SP-3 sebenarnya bukanlah hal yang perlu ditakuti, asalkan pekerja dapat bekerja dengan baik dan tanpa ada pelanggaran peraturan perusahaan. Kalaupun pada akhirnya harus menerima SP-3 lalu dipecat, mekanisme pemberian kompensasi sudah jelas aturan dan ketentuannya, yaitu yang sesuai dengan Undang-Undang, peraturan perusahaan, perjanjian kerja dan perjanjian kerja bersama. ***
Sumber :
- UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
- UU Cipta Kerja Tahun 2020, Bab IV tentang Ketenagakerjaan, pasal 80-84.