Cikarang- Serikat Pemuda Mahasiswa Nusantara (SPMN) menilai Presiden Jokowi belum menjalankan Nawacita, pasalnya konflik agraria banyak yang belum terselesaikan justru semakin marak terjadi. Dari data Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA), sepanjang tahun 2004-2015 ada 1634 konflik agraria antara rakyat dengan perusahaan swasta maupun dengan PTPN dan Perhutani. Terjadi dengan luasan area lebih dari 6 juta Ha dan mengancam lebih dari 1 juta rumah tangga.
Ilustrasi foto konflik tanah Foto diambil dari www.Sindonews.com |
Ketua SPMN, Verly menilai mengatakan pemerintah tidak serius menyelesaikan konflik agraria, malah merebut lahan rakyat dengan dalih program pembangunan.
” Petani-petani yang merupakan soko guru perekonomian nasibnya semakin terpinggirkan. Pemerintah sudah tidak lagi berpihak pada rakyat kecil, lebih berpihak pada pemodal,” ujar Verly dalam siaran persnya.
SPMN juga amengingatkan bahwa tujuan diberlakukannya UUPA sebagai hukum agraria adalah:
- Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang akan merupakan alat untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi negara dan rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur
- Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum agraria
- Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum agraria mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya
Berdasarkan hal itu, SPMN menyatakan pemerintah harus berperan aktif menyelesaikan persoalan agraria, dan menolak segala bentuk kebijakan yang bertolak belakang dengan UU PA Nomor 5 Tahun 1960. Pernyataan yang disampaikan SPMN berkaitan dengan peringatan Hari Tani Nasional ini juga mendesak agar pemerintah segera menghentikan pembangunan yang merampas lahan rakyat,dan melakukan redistribusi tanah pada petani penggarap.
Verly menambahkan agar pemerintah segera menghentikan alih fungsi lahan, berhenti mengintimidasi, melakukan kekerasan dan mengkriminalisasi petani. .