Jakarta – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) menuntut pemerintah membiayai para pengangguran di Indonesia yang merupakan korban dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Para pengangguran dinilai berhak atas tunjangan yang idealnya sebesar satu bulan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) senilai Rp 3,2 juta.
“Kita menuntut tunjangan atau jaminan pengangguran, tapi kami lebih fokus untuk saat ini ingin melihat realisasi Jaminan Hari Tua, Jaminan Kesehatan Nasional dan lainnya,” Wakil Bendahara Umum DPP SPSI, Atum Burhanuddin, dikutip dari Liputan6.com, Senin (14/12/2015).
Buruh mengatakan, negara-negara maju seperti Amerika serikat (AS), Jerman dan negara lain mengucurkan tunjangan sosial untuk para pengangguran setiap bulan. Bahkan pemerintah Finlandia sedang menggodok aturan untuk memberikan penghasilan dasar bagi warga negaranya yang menganggur sebesar 800 Euro (US$ 870) atau sekitar Rp 12 juta per bulan. Sedangkan di Indonesia belum ada tunjangan sosial bagi pengangguran.
Sedangkan menurut Atum, tunjangan atau jaminan pengangguran di Indonesia diperkirakan baru bisa diterapkan lima tahun ke depan. Itupun dengan mempertimbangkan kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Terkait besaran tunjangan yang bisa diberikan menurutnya adalah sebesar Rp 3,2 juta (UMK) atau separuh dari nilai tersebut.
“Kalau ingin memberi tunjangan pengangguran, idealnya senilai UMK atau Rp 3,2 juta per bulan atau setengah dari itu. Sudah cukup membantu. Tapi tentu lihat juga dari kemampuan APBN sehingga saya pikir jaminan pengangguran baru bisa diterapkan lima tahun mendatang,”jelas Atum.
Untuk diketahui, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia pada Agustus tahun ini sebanyak 7,56 juta orang atau 6,18 persen. Angka tersebut naik dari periode yang sama 2014 sebesar 5,94 persen atau 7,24 juta orang. Sementara posisi Februari 2015, angka TPT di Indonesia sebanyak 7,45 juta jiwa atau 5,81 persen. Jumlah ini naik dibanding realisasi 7,15 juta jiwa atau 5,70 persen pada Februari 2014. Jadi angka pengangguran naik 320 ribu jiwa selama setahun dari Agustus 2014 ke periode yang sama 2015.