Solidaritas.net, Papua – Berkaitan dengan kasus Paniai yang tergolong sebagai pelanggaran HAM berat, namun belum juga ada kejelasan atas kasus tersebut, Solidaritas Korban Pelanggaran (SKP) HAM Papua menggelar aksi unjuk rasa di Merpati Abepura, Kamis (8/10/2015). Dalam aksinya, massa menuntut agar pemerintah segera menyelesaikan kasus tersebut.
Paniai berdarah adalah sebuah kasus penembakan di lapangan Karel Gobbay Kabupaten Paniai pada 8 Desember 2014. Dalam kasus tersebut, empat pelajar Sekolah Menengah Umum (SMU) meninggal dunia.
Namun, sampai saat ini, belum ada status kasus yang jelas. Sedangkan menurut SKP HAM, kasus ini masuk dalam kategori pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat. Di mana terdapat unsur terstruktur, meluas dan komando pada kasus tersebut. Sehingga berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat. Selain itu, hal tersebut juga diatur dalam UU 26 Tentang Pengadilan HAM berat.
Olehnya SKP HAM yang terdiri dari Bersatu Untuk Kebenaran (BUK) Papua, Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Papua, SKPK Fransiskan Papua, Garda Papua, Forum Independent Mahasiswa (FIM) Papua, Komite Nasional Papua Barat (KNPB), GMKI, PMKRI, SKPKC GKI, SKPKC Kingmi Papua, Ilalang Papua, TIKI dan GempaR Papua mendesak:
- Agar presiden Jokowi segera mendorong Tim Ad Hock dan memfasilitasi tim ad hock untuk penyelesaian kasus Paniai 8 Desember 2014.
- Gubernur Provinsi Papua dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) segera memfasilitasi pertemuan resmi untuk melibatkan Kapolda Papua dan Pangdam XVII/Cenderawasih dalam rangka evaluasi resmi terhadap kebijakan keamanan di Papua.
- Komnas HAM RI tidak menjadikan otopsi sebagai alasan untuk mengungkapkan kasus Paniai.
- Negara bertanggung jawab terhadap kasus-kasus HAM terkini dan yang terjadi di masa lalu di tanah Papua
Stop pembentukan Satgas Damai Papua dan segera mengumumkan hasil penyelidikan kasus Paniai.
Kordinator Bersatu Untuk Kebenaran (BUK) Papua, Penehas Lokbere, sangat menyayangkan atas maraknya kasus-kasus penembakan yang dilakukan oleh aparat TNI dan Polri. Sedangkan para pelaku kejahatan sampai hari ini tidak pernah diproses hukum karena intervensi negara beserta bisnis TNI dan Polri sangat kokoh di Papua.
“Jangankan kasus masa lalu, kasus-kasus terkini Paniai, 08 Desember 2014, kasus Yahukimo 08 Maret 2015, Kasus penembakan di Dogiyai 26 Juni 2015, peristiwa Tolikara 17 Juli 2015, penembakan dua orang muda Katolik (OMK) di Timika 28 Agustus 2015 dan penembakan terhadap dua pelajar SMK di Timika 28 September 2015,” kata Penehas Lokbere di Abepura, Kota Jayapura, Kamis (08/10/2015), dilansir dari Tabloidjubi.com.