Solidaritas.net – Kasus bunuh diri yang dilakukan buruh pabrik sepatu di Tangerang baru-baru ini, sedang hangat dibicarakan. Buruh bernama Fransiskus Sulistio (30) itu nekat untuk mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri menggunakan tali tambang di batang pohon Ambon setinggi 6 meter. Meski penyebabnya belum diketahui dan masih diselidiki oleh pihak kepolisian, namun bukan tidak mungkin tindakannya itu disebabkan oleh tekanan pekerjaan.
Menurut keterangan sejumlah saksi, Fransiskus bekerja di bagian TPR (produksi) di sebuah pabrik pembuatan sepatu merek terkenal, PT Victory Chingluh. Dia bekerja pada malam hari mulai pukul 22.30 – 06.30 WIB. Jasadnya pun ditemukan tak jauh dari tempat kerjanya, di depan Gedung N2 pabrik, Jalan Raya Otonom, Desa Suka Asih, Pasar Kemis, Kabupateng Tangerang itu, tepat pukul 06.00 WIB, tak lama sebelum waktu kerjanya akan berakhir.
Soal kasus bunuh diri di tempat kerja ini memang banyak terjadi, terutama di luar negeri. Bahkan, salah satu penelitian di Amerika Serikat baru-baru ini, menyebut bahwa jumlah kasus bunuh diri di tempat kerja yang terjadi di Negeri Paman Sam itu terus meningkat. Para peneliti menganalisis data nasional dari tahun 2003-2010 dan diketahui tidak kurang dari 1.700 kasus bunuh diri terjadi di tempat kerja, atau sekitar 1,5 kasus per 1 juta pekerja.
“Pekerjaan sebagian besar dapat menentukan identitas seseorang, dan faktor-faktor risiko psikologis bunuh diri, seperti depresi dan stres, dapat dipengaruhi oleh tempat kerja,” kata ketua tim peneliti, Hope Tiesman, seperti dikutip dari US News Health, Kamis (16/4/2015).
Menurut ahli epidemiologi di Divisi Penelitian Keselamatan pada US National Institute for Occupational Safety and Health itu, para pekerja di bidang instalasi, pemeliharaan dan perbaikan memiliki rata-rata jumlah kasus bunuh diri di tempat kerja mencapai 3,3 kasus per 1 juta pekerja. Jika hanya mengelompokkan pekerja di bidang pemeliharaan dan perbaikan mobil, jumlahnya jauh lebih banyak lagi, mencapai 7,1 kasus per 1 juta pekerja.
Sementara itu, jika dilihat dari kategori jenis kelamin, hasil penelitian yang telah diterbitkan di American Journal of Preventive Medicine pada 17 Maret 2015 lalu itu mengungkap bahwa kasus bunuh diri di tempat kerja 15 kali lebih banyak terjadi pada pekerja pria dibandingkan pekerja perempuan. Selain itu, jumlahnya juga 4 kali lebih banyak terjadi pada pekerja berusia 65-74 tahun, dibandingkan dengan para pekerja yang berusia sekitar 16-24 tahun.
“Pandangan yang lebih komprehensif tentang kehidupan kerja, kesehatan masyarakat, dan keselamatan kerja dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang faktor risiko bunuh diri dan bagaimana cara mengatasinya. Tempat kerja harus dianggap sebagai lokasi potensial untuk melatih para manajer dalam mendeteksi perilaku bunuh diri, terutama di antara pekerjaan berisiko tinggi yang diidentifikasi dalam makalah ini,” pungkas Tiesman.