Solidaritas.net, Karawang – PT Chang Shin Indonesia yang memproduksi sepatu bermerk Nike dinilai melakukan tindak pidana melarang kegiatan berserikat karena melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak terhadap sembilan pengurus Persaudaraan Pekerja Anggota Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPA PPMI).
“19 Maret, kami di-PHK sebanyak 6 pengurus, lalu 3 pengurus lainnya di-PHK tanggal 25 Maret,” kata Sekretaris PPA PPMI PT Chang Shin, Nanang kepada Solidaritas.net, Sabtu (26/02).
Nanang juga mengungkapkan, pihaknya telah melaporkan kasus union busting ini ke Polres Karawang dengan nomor STTL/300/II/2014/JABAR/RES KRW pada tanggal 3 April lalu. Polres Karawang telah memproses laporan tersebut dengan memanggil pihak manajemen PT Chang Shin.
Selain mem-PHK sembilan pengurus serikat, manajemen PT Chang Shin juga memberikan sanksi berupa Surat Peringatan 2 (SP 2) kepada sekitar 60 buruh.
Awal Mula, Tiga Tuntutan
Kasus ini berawal dari buruh yang menuntut perbaikan upah, bonus tahunan dan asuransi kesehatan yang lebih baik. Buruh memutuskan melakukan aksi unjuk rasa (Unras) pada 31 Desember 2013, karena pihak perusahaan tidak merespon surat permohonan berunding yang dilayangkan oleh PPA PPMI PT Chang Shin sebanyak tiga kali berturut-turut.
“Kami melayangkan surat permohonan berunding sebanyak tiga kali, tapi tidak pernah direspon. Kami ingin meminta tiga tuntutan kepada pihak perusahaan, yaitu kenaikan upah, bonus tahunan dan asuransi kesehatan. Saat itu (Desember 2013), upah kami hanya Rp2.122.000,- dan kami tidak mendapatkan bonus tahunan. Padahal harga sepatu Nike yang kami produksi itu, harganya bisa mencapai Rp1,5 juta. Kami memproduksi 3.500 sepatu per line dalam satu shift, di pabrik ada 18 line,” kata Nanang.
Artinya, PT Chang Shin yang mempekerjakan 13 ribu buruh ini menghasilkan 63 ribu pieces sepatu dalam satu shift. Unras tersebut juga diikuti oleh buruh yang menjadi anggota Serikat Buruh Mandiri (SBM).
Setelah buruh berunjuk rasa, pihak perusahaan setuju untuk memenuhi tuntutan buruh tersebut. Untuk masalah bonus, pihak perusahaan berjanji akan memberikan bonus setelah audit pada Maret 2014. Ternyata, pihak perusahaan malah melakukan PHK sepihak dan memberikan sanksi kepada buruh yang terlibat dalam unjuk rasa tersebut.
Pihak manajemen menuduh pengurus dan anggota PPMI dan SBM yang terlibat dalam unjuk rasa itu telah melakukan provokasi, mengintimidasi dan mengancam atasan.
Perlu diketahui, di PT Chang Shin terdapat empat serikat buruh, yakni Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Serikat Buruh Mandiri (SBM) dan Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI).
9 Buruh Dirikan Tenda
Sejak 17 April 2014, sembilan pengurus PPMI yang di-PHK mendirikan tenda di depan pabrik PT Chang Shin sebagai protes terhadap kebijakan perusahaan yang dinilai memberangus serikat pekerja.
“Walaupun kami hanya sembilan orang, kami membangun tenda. Kami memang hanya sembilan orang, tapi ada kawan-kawan kami yang masih bekerja di dalam pabrik atau buruh dari pabrik lain, sering datang berkunjung untuk bersolidaritas,” ujar Nanang.
Kasus union busting ini juga mendapatkan perhatian dari Lembaga Swadaya Masyarakat, Educating for Justice yang bermarkas di New Jersey, Amerika Serikat. LSM ini telah mengadvokasi buruh Nike di Indonesia selama 14 tahun.
Direktur Educating for Justice, Jim Keady telah mengunjungi tenda perjuangan PPA PPMI PT Chang Shin, Sabtu sore (26/04).
“Jim Keady akan berusaha membantu kami dengan melaporkan masalah ini kepada Nike. PT Chang Shin jelas sudah melanggar COC (Code of Conduct) Nike,” kata pengurus PPMI Karawang, Daeng Wahidin.
Rencananya, PPMI akan melakukan aksi di Kedutaan Besar Amerika Serikat (Kedubes AS) dan Kantor Nike di Jakarta. Pihaknya berharap agar kasus ini mendapatkan perhatian dan solidaritas dari publik. (Rn)