Solidaritas.net, Surabaya – Berdasarkan pasal 161 ayat (2) dalam UU no.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa masa berlaku surat peringatan terhadap buruh adalah 6 bulan. Sehingga setelah melewati 6 bulan, surat peringatan tersebut dianggap hangus dan buruh dianggap telah memperbaiki diri atas kesalahannya.
Hal inilah yang menjadi dasar gugatan Fitria Anita, seorang buruh PT Karya Guna Ekatama, atas pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap dirinya, ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Surabaya. Fitria Anita dalam gugatannya menuntut untuk dipekerjakan kembali di perusahaan dengan posisi dan jabatan seperti semula. Fitria Anita telah bekerja selama 12 tahun pada PT Karya Guna Ekatama yang berkedudukan di Jl Bintoro, Desa Wonokoyo, Kecamatan Beji, Kabupaten Pasuruan.
Pada 12 November 2012, ia mendapatkan surat peringatan dari perusahaan, karena dianggap melanggar tata tertib dalam bekerja. Setelah setahun berlalu, yaitu pada 7 November 2013, perusahaan menjatuhkan skorsing yang diikuti dengan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhitung sejak 28 Februari 2014. Pihak perusahaan beralasan bahwa Fitria Anita kurang disiplin dalam hal kehadiran di tempat kerja dan produktifitas kerja yang kurang baik.
Fitria Anita pun telah membawa perselisihan ini ke Disnakertrans Kabupaten Pasuruan dan melalui surat anjuran nomorĀ 565/594/424.053/2014 tertanggal 27 Februari 2014, pihak mediator telah menganjurkan agar pihak perusahaan mempekerjakan kembali Fitria Anita serta membayarkan upah selama tidak dipekerjakan (upah proses).
Karena pihak perusahaan menolak anjuran Disnakertrans Kabupaten Pasuruan tersebut, maka Fitria Anita menggugat PT Karya Guna Ekatama ke PHI Surabaya. Fitria Anita menyatakan dalam gugatannya bahwa tuduhan perusahaan mengenai sikap kurang disiplin tidak memiliki bukti kuat. Ia menuntut agar dirinya dipekerjakan kembali dan agar perusahaan membayarkan upah selama tidak dipekerjakan (upah proses) kepada dirinya.
Namun setelah memeriksa perkara, Majelis Hakim PHI Surabaya melalui putusan nomor 125/G/2014/PHI.Sby tertanggal 8 April 2015, menilai bahwa hubungan kerja antara Fitria Anita dengan PT Karya Guna Ekatama tidak dapat dilanjutkan lagi lantaran pernah mendapatkan surat peringatan. Majelis Hakim PHI Surabaya justru menyatakan putus hubungan kerja antara Fitria Anita dengan pihak perusahaan, terhitung sejak 28 Februari 2014, karena efisiensi, sesuai pasal 164 ayat (3) dalam UU no.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Oleh karena itu, Majelis Hakim PHI Surabaya menghukum PT Karya Guna Ekatama untuk membayarkan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak, ditambah upah selama tidak dipekerjakan (upah proses) sebesar 63,5 juta rupiah kepada Fitria Anita.
Sumber website Mahkamah Agung
Editor: Andri Yunarko