Solidaritas.net | Jakarta – Seperti yang dilansir Liputan 6, ternyata petani di Indonesia dihadapkan oleh kenyataan yang cukup pahit,namun pada khususnya yang berada di pulau Jawa taraf hidupnya masih sangat memprihatinkan. Selain dengan hasil panen yang tidak mencukupi untuk kebutuhan hidupnya, dan juga dibebankan dengan pungutan/pajak yang semakin mempersulit kehidupan mereka.
Ketua Komite Tetap Ketahanan Kamar Dagang (Kadin) Indonesia Fansiscus Welirang menjelaskan, menurut apa yang dirasakan para petani bahwa mereka merasakan keberatannya oleh prosedur sewa lahan.”Kalau dulu bagi hasil, kalau sekarang sewa lahan. Tuan tanah pasti dapat uang saja. Dulu risiko sama-sama,” menurutnya, Jakarta, Jumat (9/1/2015).
Dengan adanya irigasi dapat membantu untuk kelangsungan tanaman mereka, namun disisi lain petani harus membayar pajak air irigasi kepada penjaga pintu air. “Irigasi ada air, mengalirkan harus ada penataan pintu air. Kan ada yang menjaga, karena menutup pintu air, kewajiban membayar. Nggak keluar uang nggak dapat air,” ungkapnya.
Ternyata tidak hanya itu saja, petani juga dihadapkan dengan persoalan adanya pihak yang memungut biaya keamanan dengan alasan untuk menjaga hasil tanam mereka. Selain itu, masih adanya cara-cara budaya kental yang memberi dampak buat petani dengan memberikan sebagian hasil panen untuk kepala desa.
Bahkan, cukup memprihatinkannya lagi, kalau para petani menggunakan uang pinjaman dari bank untuk menggarap sawah. Fransiscus meneruskan, biasanya mereka dibebankan dengan bunga kisarannya 3-4 persen.
Untuk menyikapi hal ini, dia mengimbuhkan perlu adanya tindakan pemerintah guna mencari solusi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut “Tanpa petani jangan mimpi swasembada pangan, apalagi ketahanan pangan,” tandasnya.
activate javascript