Solidaritas.net – Setiap buruh yang memperoleh penghasilan, baik secara teratur seperti upah dan tunjangan, maupun secara tidak teratur seperti Tunjangan Hari Raya (THR) dan bonus, dikenakan Pajak Penghasilan 21 (PPh 21). Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Direktur Jendral Pajak nomor PER-31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi.
Menurut definisi pada undang undang, pajak penghasilan atau PPh merupakan pajak negara yang dikenakan terhadap setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan.
Pajak penghasilan dapat dikenakan pada orang pribadi maupun badan usaha atas penghasilan yang diterimanya selama 1 tahun. Dan bagi buruh, pajak penghasilan ini dapat dibayar oleh buruh maupun ditanggung oleh pemberi kerja, yang langsung dipotong dari upah yang diterima setiap bulannya.
Terhitung sejak Januari 2013, besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) telah berubah sebagai berikut:
1. Rp. 24.300.000,00 untuk diri wajib pajak orang pribadi;
2. Rp. 2.025.000,00 tambahan untuk wajib pajak yang kawin;
3. Rp. 24.300.000,00 tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud pada pasal 8 ayat (1) dalam UU no. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan;
4. Rp. 2.025.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.
Buruh dengan status hubungan kerja perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) maupun perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) digolongkan sebagai pegawai tetap yang dikenakan PPh 21 sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Dirjen Pajak PER-31/PJ/2012.
Dilansir dari Pajak.co.id, berikut contoh cara menghitung PPh 21
Budi adalah buruh PT Candra Kirana, menikah dengan satu anak, memperoleh upah sebulan Rp. 4.000.000,00. PT Candra Kirana mengikutsertakan buruhnya ke dalam program BPJS Ketenagakerjaan, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian dibayarkan oleh pemberi kerja sebesar 0.5% dan 0.3%. Budi menanggung iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2% dari upah setiap bulannya. Maka perhitungan besarnya PPh 21 di bulan tersebut adalah sebagai berikut:
Upah pokok | Rp. 4.000.000.00 | ||
JKK | Rp. 20.000.00 | ||
JK | Rp. 12.000.00 | ||
Penghasilan bruto | Rp. 4.032.000.00 | ||
Pengurangan | |||
1. Biaya jabatan 5% x upah | Rp. 201.600.00 | ||
2. Iuran JHT 2% x upah pokok | Rp. 80.000.00 | ||
Penghasilan netto | Rp. 3.750.400.00 | ||
Penghasilan netto | setahun (x12) | Rp. 45.004.800.00 |
PTKP | |||
– untuk WP sendiri | Rp. 24.300.000.00 | ||
– untuk WP kawin | Rp. 2.025.000.00 | ||
– untuk WP satu anak | Rp. 2.025.000.00 | ||
Total | Rp. 28.350.000.00 | ||
Penghasilan Kena Pajak | Rp. 16.654.800.00 |
PPh 21 terhutang setahun
5% x 16.654.000 (pembulatan) Rp. 832.700.00
PPh 21 terhutang dalam bulan tersebut
832.700 / 12 Rp. 69.392.00
*Contoh di atas berlaku apabila buruh yang bersangkutan telah memiliki NPWP. Jika buruh yang bersangkutan belum memiliki NPWP, maka jumlah PPh 21 yang harus dipotong di bulan tersebut adalah 120% x Rp. 69.392.00 = Rp. 83.270.00.**(AY/RDN)