Bekasi – Tenda perjuangan ratusan buruh es krim AICE, PT. Alpen Food Industry yang melakukan mogok kerja di depan pabrik tersebut dibongkar paksa. Buruh juga diminta menandatangi surat perjanjian untuk tidak memasang tenda lagi sebagai syarat pengembalian tenda, namun ditolak.
Tenda dengan terpal warna biru yang diikat di pagar pabrik itu dibongkar satuan pengamanan (satpam), pada Selasa (10/3/2020) sekitar pukul 16.00 WIB sore tadi.
Menurut informasi yang dihimpun, sekitar lima orang satpam datang dengan mengendarai mobil langsung turun membongkar tenda tanpa mengatakan apa-apa. Terpal itu lalu diseret dan diangkut ke kantor pengelola kawasan MM2100, PT. Bekasi Fajar. Padahal, buruh memasang tenda tersebut lantaran hujan gerimis.
“Karena gerimis, tenda itu dipasang, tiba-tiba saja mereka (satpam) datang langsung main bongkar aja. Ada teman yang ngomong, ‘entar nanti kita yang bongkar’, tapi tak digubris. mereka bongkar langsung dibawa,” ujar, Eka, salah anggota Serikat Gerakan Buruh Bumi Indonesia (SGBBI) PT.AFI yang menyaksikan kejadian itu kepada Solidaritas.net.
Setelah dibawa satpan, ratusan buruh dan massa solidaritas dari PT. HRS Indonesia kemudian datang ke PT. Bekasi Fajar. Sempat terjadi cekcok karena buruh dipaksa lagi menandatangi surat perjanjian untuk tidak memasang tenda di depan pabrik, namun ditolak dan tetap meminta agar terpal tersebut dikembalikan.
Meski begitu, ratusan buruh es krim AICE yang terhimpun dalam SGBBI tetap melakukan mogok kerja di kawasan pabrik menuntut perbaikan kondisi kerja. Pemogokan yang berjalan sudah hampir tiga minggu itu tak akan kendor sampai tuntutan mereka terpenuhi.
Pemogokan itu direncanakan berjalan dari sejak 21 Februari sampai 30 Maret 2020 mendatang. Ini disinyalir akibat gagalnya perundingan sejak tahun 2019 lalu dalam membahas perbaikan kondisi kerja di pabrik yang dinilai diskriminatif dan tidak manusiawi.
Federasi Serikat Gerakan Buruh Demokratik Kerakyatan (F-SEDAR) yang menaungi SGBBI PT. AFI mencatat, ada sejumlah masalah yang terjadi di pabrik, mulai dari penurunan upah; mutasi, sanksi dan demosi yang tidak profesional, sulitnya cuti haid, bonus dibayar dengan cek kosong, penggunaan buruh kontrak, diskrimintatif terhadap buruh outshorsing, pemberangusan serikat, hingga buruh hamil yang dipekerjakan pada malam hari.
Dalam pendataan F-SEDAR, setidaknya sejak 2019 hingga 2020, telah terjadi 21 kasus keguguran dan kematian bayi dari 359 buruh perempuan yang didata.