Terkait Eksekusi Mati, Pemerintah Indonesia Langgar Hukum Internasional

hukuman mati posterSolidaritas.net, Jakarta- Keputusan pemerintah Indonesia untuk melaksanakan eksekusi mati gelombang kedua terhadap 10 orang Warga Negara Asing (WNA) dan seorang warga Indonesia sesuai surat perintah dari Jaksa Agung dalam waktu dekat dinilai tidak belajar dari kesalahan.

Hal tersebut disampaikan oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) bersama akademisi dan jaringan anti hukuman mati saat mengadakan konferensi pers di Jl Borobudur Nomor 14 Menteng Jakarta, Jumat (24/4/2015).

Seperti yang dilansir kontras.org, dalam siaran persnya disebutkan kekeliruan yang dilakukan pemerintah Indonesia yaitu Kejaksaan Agung mengabaikan fakta bahwa para terdakwa telah melalui proses hukum yang tidak fair atau cacat hukum, adanya penasehat hukum yang hanya memenuhi persyaratan administratif, tidak ada penerjemah bahasa bagi terpidana asing, lambat dalam memberikan informasi kepada Kedubes Negara terpidana dan proses hukum hanya mempertimbangkan bukti dari penyidik serta Jaksa Penuntut Umum.

Kesalahan-kesalahan tersebut dibuktikan dengan sikap bersikukuh pemerintah untuk melakukan eksekusi mati terhadap salah satu orang terpidana asal Brazil, Rodrigo Gularte. Ia divonis mati oleh Pengadilan meski diketahui menderita skizofrenia disorder dan bipolar psikopatik.

Keputusan itu dianggap tidak cakap hukum karena melanggar Hukum Internasional, UN Safeguards Guaranteeing Protection of the Rights of Those Facing the Death Penalty (Perlindungan Penjamin Perlindungan Hak-hak Terpidana Menghadapi Hukuman Mati) yang seharusnya dijadikan rujukan pemenuhan hak asasi manusia bagi terpidana mati dimana pada Pasal 3 disebutkan bahwa hukuman mati tidak dapat dilakukan kepada orang-orang yang menderita sakit kejiwaan dan pasal 8 menegaskan bahwa hukuman mati tidak boleh dilakukan apabila prosedur hukum masih berjalan, baik di pengadilan maupun pengajuan grasi.

“Tidak banyak yang mengetahui bahwa terpidana mati ini mengalami unfair trial (ketidakadilan hukum) selama proses persidangan berlangsung. Bagaimana mungkin pemerintah tetap melakukan eksekusi mati terpidana yang menjalani proses hukum dengan tidak benar. Sebaiknya pemerintah tidak memaksakan kehendaknya,” kata Kepala Divisi Pembelaan Hak Sipil Politik KontraS, Putri Kanesia.

Tinggalkan Balasan