Solidaritas.net, Kab Bekasi – Upaya audiensi terkait Peraturan Daerah Jawa Barat Nomor 6 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan Jawa Barat yang dilakukan oleh Aliansi Jawa Barat, Senin (20/4/2015) dengan Bupati Kab.Bekasi masih harus menunggu lagi dan dengan DPRD Kab.Bekasi akan dijadwalkan kembali. Sejumlah serikat buruh seperti ISBI Bekasi, SPSI LEM, GSPB dan SGBN tergabung dalam aliansi ini.
Meskipun begitu, Aliansi Jawa Barat berhasil menemui anggota Komisi D DPRD Kab Bekasi yang menangani soal Ketenagakerjaan, Nyumarno. Anggota DPRD yang berasal dari buruh ini berkomitmen akan membantu buruh yang tergabung dalam Aliansi Jawa Barat wilayah Kab Bekasi untuk mengeluarkan rekomendasi agar Perdanaker (Perda Ketenagakerjaan) Jabar dievaluasi kembali ke Bupati Kab Bekasi dan selanjutnya akan didorong ke Gubernur Jawa Barat.
Dalam pertemuan itu juga, ia berkomitmen untuk membantu kasus kawan-kawan di tingkat pabrik melalui rekomendasi dari Komisi D DPRD Kab. Bekasi.
Anggota Bidang Advokasi Perkumpulan Solidaritas.net, Andry Yunarko mengatakan, “Kami meminta dukungan berupa penolakan terhadap Perdanaker Jabar Nomor 6 tahun 2014 karena isinya bertentangan dengan Undang-Undang. Perda ini juga sedang dalam proses sidang peninjauan kembali di Mahkamah Agung.”
Sebelumnya, Aliansi Jawa Barat pernah melakukan pendaftaran gugatan ke Mahkamah Agung yang dibarengi dengan aksi massa ke Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Ketenagakerjaan pada 4 Maret 2015. Aksi diikuti oleh ribuan massa dari berbagai elemen rakyat Jawa Barat seperti serikat buruh non-mainstream atau di luar tiga konfederasi serikat buruh besar di Indonesia, petani, nelayan, mahasiswa, jurnalis, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan Trade Union Rights Center (TURC), Massa datang dari berbagai daerah di Jawa Barat seperti Bekasi, Sukabumi, Karawang, Purwakarta, Cirebon dan Garut.
Aliansi Jawa Barat menyerahkan permohonan untuk menguji Perda Nomor 6 tahun 2014 yang telah dikeluarkan oleh Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan. Sebabnya, Perda ini melangar ketentuan UU di atasnya, dibuat dengan terburu-buru dan tanpa naskah akademik.
Perda Jawa Barat tersebut juga diyakini sebagai payung hukum untuk melanggengkan sistem kerja outsourcing, kontrak dan pemagangan yang diperkuat dengan disebutkannya ketentuan bahwa peraturan lain dapat berlaku apabila tidak bertentangan dengan Perda Nomor 6 tahun 2014.