Jakarta – Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia Wilayah Jakarta (PBHI Jakarta) selaku kuasa hukum buruh, menyatakan pihaknya akan menyurati pihak NSK Ltd, mengingat PT HRS Indonesia adalah perusahaan pemasok PT. NSK Bearings Manufacturing Indonesia dan adanya Code of Conduct (Compliance) NSK untuk Supplier NSK.
Hal ini diungkapkan oleh Saiful Anam, perwakilan PBHI Jakarta, saat ditanyakan mengenai perkembangan permasalahan hubungan industrial di PT HRS Indonesia.
Baca juga: PBHI Jakarta Dampingi Buruh PT HRS Indonesia
“Kami sedang mempelajari permasalahan ini yang dikaitkan dengan Business and Human Rights dan adanya komitmen NSK terkait hak asasi manusia dan anti diskriminasi,” jelasnya.
Pihaknya menyatakan PT HRS Indonesia juga diduga tidak membayarkan upah minimum sesuai dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang didaftarkan dan SK Gubernur Jawa Barat mengenai upah minimum. Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK) yang diterima oleh buruh seharusnya Rp. 4.632.985,- tetapi dibayarkan hanya Rp. 4.429.814,-.
Baca juga: Didampingi PBHI, Buruh PT Trimitra Chitrahasta Laporkan Pengeroyokan ke Kepolisian
Selain itu, penggunaan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) di perusahaan juga tidak didaftarkan ke Disnaker Kabupaten Bekasi, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 13 Kepmenakertrans No. KEP.100/MEN/VI/2004 bahwa PKWT wajib dicatatkan oleh pengusaha kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota setempat selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak penandatanganan.
Mahkamah Konstitusi juga telah mempertegas kewajiban pengusaha untuk mencatatkan PKWT dalam putusan MK No. 6/PUU-XVI/2018
“Kami sudah memiliki surat keterangan Disnaker dan salinan hasil pemeriksaan pengawas yang menyatakan PKWT tidak dicatatkan,” kata Saiful.
Baca juga: PBHI Dampingi Buruh PT Trimitra Chitrahasta Terlapor UU ITE
Pihaknya berharap agar NSK bisa membantu penegakan aturan ketenagakerjaan di PT HRS Indonesia mengingat komitmen NSK terhadap prinsip-prinsip hak asasi manusia dan anti diskriminasi, serta hukum yang berlaku di suatu negeri.
“Kami mengharapkan adanya penegakan Compliance atau Code of Conduct,” tandasnya.
Seratusan buruh PT HRS Indonesia melakukan pemogokan dari tanggal 11 November sampai 14 November 2019 pukul 4 pagi, setelah melakukan perundingan sebanyak 7 (tujuh) kali dengan pihak pengusaha dan perundingan yang difasilitasi oleh Disnaker Kabupaten Bekasi sebanyak tiga kali, tanpa menghasilkan kesepakatan.
Baca juga: Sengketa PKWT di PT Ichikoh Indonesia Berujung ke Kepolisian
Pingback: Ini Tuntutan Buruh AICE di Kedubes Tiongkok – Solidaritas.net