Solidaritas.net, Jakarta – Pemantau BPJS (BPJS Watch) menyayangkan kasus penelantaran pasien, termasuk bayi yang baru lahir, akibat dari berlakunya Peraturan BPJS (Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial) Kesehatan No. 4 tahun 2014 yang menyusahkan pasien. Pasien bernama Lusiana yang akan melahirkan masuk rumah sakit Islam Sukapura Jakarta Utara pada tanggal 2 Desember 2014. Tiga hari kemudian, ia menjalani operasi cesar dan melahirkan bayinya yang diberi nama Gita Alexa.
Lusiana dan bayinya sudah mengurus kepesertaan BPJS masing-masing dengan nomor kartu peserta 0001483924702 dan 0001793934595. Namun, rumah sakit menolak kartu BPJS pasien lantaran menurut peraturan tersebut, kartu BPJS baru dapat berlaku setelah 7 hari sejak peserta menerima kartu BPJS.
“Padahal, sebelum diterbitkannya Peraturan BPJS Kesehatan No. 4 tahun 2014, Kartu BPJS yang sudah diterima oleh peserta langsung berlaku, meski peserta tersebut sudah terlebih dahulu masuk rumah sakit,” kata Koordinator BPJS Watch Indra Munaswar, dalam surat terbuka yang dilayangkan pihaknya kepada Presiden Joko Widodo, Rabu (10/12/2014)
BPJS Watch meminta Direksi BPJS Kesehatan dicopot karena telah menyengsarakan Peserta Jaminan Kesehatan dengan kebijakan yang salah. Peraturan BPJS Kesehatan No. 4 Tahun 2014 tersebut dinilai telah memposisikan BPJS Kesehatan sebagai perusahaan asuransi kesehatan komersial karena memberatkan pasien. (Baca juga: Apakah BPJS Bersifat Wajib?)
Peraturan Tata Cara Kepesertaan BPJS Kesehatan ini dinilai memberatkan pasien dalam tiga hal, yakni mewajibkan setiap peserta mempunyai rekening bank, kartu BPJS Kesehatan baru berlaku setelah 7 hari sejak peserta menerima kartu, dan anak yang baru lahir tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Karena tiga hal ini, pasien pekerja informal yang berpenghasilan rendah, tentunya semakin sulit mendapatkan jaminan kesehatan. (Baca juga: Buruh Informal Harus Bayar Premi BPJS Rp25.500-Rp59.500)