Tidak Peduli Ditolak Buruh, Gubernur Jatim Tegaskan Akan Patuhi PP Pengupahan

0
aksi buruh di jatim
Aksi buruh di Jawa Timur (Ilustrasi). Foto: Antarajatim.com.

Solidaritas.net, Jatim – Meskipun PP Pengupahan menuai penolakan dari kalangan buruh dimanapun, namun Gubernur Jawa Timur (Jatim) Soekarwo menegaskan bahwa dirinya tidak menyepakati penolakan tersebut. Ia menyatakan menolak menandatangani surat penolakan PP tentang Pengupahan.

Menurutnya, jika PP Pengupahan sudah diputus dan ditetapkan oleh pemerintah pusat, maka Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah harus menjalankan undang-undang dan peraturan tersebut. Sebab, jika tidak dijalankan, menurutnya itu sama dengan menyalahi aturan.

“Saya menyalahi kalau tak melaksanakan aturan dan undang-undang tersebut,” kata Gubernur yang disapa Pakde Karwo, Minggu (25/10/2015).

Dikatakan, PP Pengupahan termasuk paket kebijakan ekonomi keempat yang dikeluarkan pemerintahan Jokowi – JK untuk mempercepat penyerapan anggaran dan pertumbuhan ekonomi yang tengah lesu. Sehingga kalau RPP Pengupahan telah disetujui dan digedok oleh pemerintah pusat, maka Jatim, kata Gubernur dua periode ini akan mengikuti dan memberlakukan Upah Minimum Provinsi (UMP).

“Dengan begitu, tak perlu lagi UMK (upah minimum kabupaten/kota),” tandasnya.

Pernyataan Soekarwo itu menjawab aksi buruh yang meminta untuk mempertimbangkan kembali PP Pengupahan tersebut.

Diketahui Selasa (20/10/2015) lalu, ribuan buruh Jawa Timur menggelar aksi turun jalan menolak rencana pengesahan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pengupahan. RPP tersebut menerapkan upah minimum sehingga dianggap akan membuat buruh semakin miskin. Aksi ribuan buruh itu digelar di depan Gedung Negara Grahadi, Jalan Gubernur Suryo, Surabaya, Jawa Timur. Ribuan buruh yang berasal dari Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, dan Gresik ini meneriakkan yel-yel dan membentangkan sejumlah poster berisi penolakan RPP Pengupahan.

Salah seorang peserta aksi, sekretaris Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Djazuli mengatakan, dengan ditetapkannya RPP tersebut, maka upah buruh semakin murah.

“Kami menolak rencana itu karena membuat buruh semakin miskin,” kata Djazuli, Selasa (20/10/2015).

Ia juga menjelaskan, rencana pemerintah mengesahkan RPP tersebut bertentangan dengan konstitusi, yakni Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945.

“Harusnya melalui propinsi dulu, bukan malah pemerintah pusat yang mengambil alih. Karena penetapan upah harus disesuaikan survei kebutuhan layak, bukan hanya karena inflasi dan ekonomi saja,” tandasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *