Tindakan Haris Azhar Sudah sesuai Hukum

0

Jakarta – Koordinator Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Haris Azhar,  dilaporkan ke polisi, Selasa (2/8/2016), karena menulis di jejaring sosial mengenai polisi menerima uang sebesar Rp 90 miliar dari bandar narkoba Freddy Budiman. Haris dijerat Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE ( Informasi dan Transaksi Elektronik).

Merespon hal itu, advokat bersama dengan akademisi mengadakan diskusi bertema “Penyebaran Keterangan Oleh Haris Azhar dari Perspektif Huku”, di Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Senin (8/8/2016).

Menurut Todung Mulya Lubis, seorang advokat dan pakar hukum, yang dilakukan oleh Haris Azhar adalah dalam konteks public interest litigation. Isu yang dibela adalah menguak bisnis narkoba dan invisible hand yang melanggengkan bisnis tersebut, ini untuk kepentingan umum.

“Terlebih Presiden sudah mengatakan bahwa Indonesia darurat narkoba. Haris Azhar punya peran dan nyali untuk melakukan hal tersebut,” tegasnya.

Todung menyarankan, Presiden sebaiknya membentuk tim independen, bukan tim internal di Kepolisian, BNN, atau TNI, untuk mengusut keterangan itu. Tim independen ini harus bebas dari benturan kepentingan dan dapat mendekati permasalahan itu secara objektif.

Dalam kasus ini, beberapa peraturan hukum juga membenarkan tindakan Haris Azhar,  seperti Putusan MK No. 26/PUU-XI/2013 yang menyatakan imunitas advokat berlaku di dalam maupun luar persidangan dan UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum yang menyatakan tugas advokat lebih luas hingga mendorong perubahan kebijakan. Haris Azhar menjalankan tugas advokat dalam konteks public interest lawyer.

“Haris Azhar sedang membongkar mafia narkoba. Sama dengan apa yang dilakukan Munir dan Teten Masduki dahulu, tetapi ini isunya narkoba. Kriminalisasi terhadap Haris Azhar akan memberikan pesan yang salah kepada upaya pemberantasan mafia narkoba,” tutur pengajar STHI Jentera, Chandra M. Hamzah.

Perkembangan kejahatan terutama kejahatan lintas batas yang terorganisir, salah satunya narkoba, menjadikan Indonesia mengikatkan diri pada United Convention Against Trans Organized Crime melalui UU No. 5 Tahun 2009.

Pasal 18 angka 27 Konvensi itu menyebutkan soal bantuan timbal balik, termasuk perlindungan saksi/pelapor. Kejahatan Freddy Budiman bersifat lintas batas. Ada kepentingan negara lain yang sama dengan kepentingan Indonesia, sehingga perlindungan terhadap Haris Azhar sebagai pengungkap harus dilakukan.

“Artinya dengan pengesahan itu, Indonesia berkomitmen. Apabila seorang pelapor dikriminalkan, maka Indonesia akan ditagih komitmennya di dunia Internasional,” tutur Asfinawati, pengajar STHI Jentera

Haris Azhar, kata Asfinawati, tidak menyebut nama-nama tertentu sehingga penghinaan dan pencemaran nama baik tidak tepat. Justru nama baik mafia narkoba yang dilindungi di atas kepentingan umum yang harus dipertanyakan.

Sementara itu, menurut akademisi FH Universitas Indonesia, Ganjar Bondan Laksmana, penghinaan atau pencemaran nama baik harus memuat unsur serangan karena dialamUU ITE tidak dimuat pengertian penghinaan, maka harus kembali ke KUHP.

Penghinaan ditujukan kepada orang dan bukan non-orang seperti badan atau institusi. Jika ditafsirkan sebagai penghinaan terhadap penguasa sebagaimana Pasal 207 KUHP, maka harus melihat bahwa terlepas dari objek penghinaannya, perbuatan Haris Azhar tidak mengandung sifat penghinaan.

“Jadi bukan penghinaan dulu yang dikejar. Ini namanya salah oper bola. Justru Haris Azhar dimintai keterangan untuk menelusuri informasi itu,” jelasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *