Solidaritas.net, Lumajang- Akibat menolak keberadaan tambang pasir di Desa Selok Awar-Awar Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Propinsi Jawa Timur, seorang warga tewas mengenaskan dan seorang lagi dalam keadaan kritis. Keduanya dianiaya dan dibunuh oleh segerombolan orang yang menghendaki keberadaan tambang tersebut.
Selama ini, keberadaan tambang pasir tersebut memang menuai pro dan kontra . Sehingga mengakibatkan dua orang warga yang menolak keberadaan tambang harus menjadi korban keganasan pihak yang pro terhadap keberadaan tambang di Desa Selok.
Salah seorang diantaranya yaitu Salim , Ia tewas mengenaskan dipinggir jalan dengan luka serius dibagian kepala dan sekujur tubuhnya. Sebelum dibunuh, salim dijemput oleh gerombolan orang ke rumahnya. Kemudian, tangan Salim diikat dan diarak dijalan, Ia pun dibunuh dengan sadis. Sedangkan seorang lagi, Pak Tosan mengalami luka serius akibat dihajar oleh 30 orang tak dikenal.
“Beruntung pak Tosan masih hidup, meski kondisinya kritis,” ujar seorang warga, dilansir dari lumajangsatu.com.
Sebelumnya yaitu pada Rabu (9/9/2015), keduanya sempat menjadi pendukung aksi demo penghentian penambangan bahan galian C atau pasir di pesisir pantai Watu Pecak.
Saat itu, para pengunjuk rasa menilai, penambangan pasir di pesisir pantai Watu Pecak telah merusak lingkungan. Kontur pesisir pantai Watu Pecak jadi berlubang-lubang dengan rata-rata diameter 5 meter dengan kedalaman sampai 1 meter.
“Pantai Watu Pecak telah menjadi salah satu destinasi wisata di Lumajang. Bahkan, pantai ini juga rutin dijadikan sebagai lokasi Melasti tiap tahunnya. Selain itu, warga juga khawatir terjadi abrasi jika penambangan ini masih dilakukan,” kata Anshori, salah-seorang warga Desa Selok Awar-Awar dilansir dari suarasurabaya.net.
Aksi tersebut membuahkan hasil, Kepala Desa Selok Awar-Awar, Hariyono sepakat untuk menghentikan aktivitas penambangan pasir di pesisir pantai Watu Pecak. Namun, beberapa hari kemudian kesepakatan itu telah dilanggar. Aktivitas penambangan pasir kembali dilanjutkan dan pungutan di portal yang dilegalisasi oleh perangkat desa tetap berlangsung.
Hal inilah yang membuat situasi di desa itu semakin memanas, sampai akhirnya dua warga yang menolak aktivitas pertambangan, Salim alias Kancil, warga Dusun Krajan II ditemukan tewas dan Tosan, warga Dusun Persil, terluka parah.