Solidaritas.net, Jakarta – Dua ratusan massa Pusat Perlawanan Rakyat Indonesia (PPRI) melakukan aksi long march untuk menolak kenaikan harga BBM dan upah murah di Salemba, Jakarta, Rabu (26/11/2014). Massa bertolak dari gedung Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta ke arah perempatan Salemba menuju Matraman. Dalam aksi ini, massa sempat membajak mobil pengangkut SPBU.

Aksi berhenti di perempatan Salemba yang diisi dengan pidato-pidato dari berbagai organisasi yang bergabung dalam PPRI. Kemudian, jalan kaki dilanjutkan dengan menyusuri Jalan Matraman sembari membagi-bagikan selebaran dan mengajak rakyat untuk menolak kenaikan harga BBM.
Presiden Joko Widodo secara resmi menaikkan harga bensin dari Rp. 6.500 menjadi Rp. 8.500, sementara solar naik dari Rp. 5.500 menjadi Rp. 7.500 pada 17 November 2014 lalu.
Dalam selebarannya, PPRI membantah jika selama ini pemerintah memberikan subsidi BBM kepada rakyat.
“Seharusnya dengan keuntungan 10 persen, harga BBM hanya Rp. 1.700,” dikutip dari selebaran PPRI.
BBM digunakan untuk aktivitas produktif rakyat di mana ada sekitar 76,3 juta sepeda motor Indonesia yang digunakan untuk hilir mudik mencari nafkah, bukan untuk hura-hura. Kenaikan harga BBM hanyalah untuk memperbesar keuntungan SPBU swasta (asing). Sudah ada izin untuk 80 ribu SPBU asing yang siap beroperasi pasca kenaikan harga BBM.
Kenaikan upah diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan kaum buruh sebagai kelompok masyarakat yang memproduksi barang-barang, namun justru hidupnya pas-pasan. Buruh tidak dapat berkembang menjadi manusia seutuhnya karena upahnya murah. Buruh tinggal di kontrakan kumuh, makan makanan kurang bergizi, pengetahuan terbelakang dan mengalami banyak ketertinggalan.
Salah satu orator dari Kongres Politik Organisasi Partai Rakyat Pekerja (KPO-PRP), Qory Dellasera menyatakan gerakan pihaknya adalah gerakan independen yang lepas dari pengaruh elit politik manapun.
“Gerakan ini bukanlah gerakan pendukung Prabowo, ini adalah gerakan alternatif rakyat. Saya menyerukan kita menolak kenaikan harga BBM,” ujarnya.
Meskipun Koalisi Merah Putih (KMP) yang mengusung Prabowo dalam Pilpres lalu juga menolak kenaikan harga BBM, namun gerakan PPRI terpisah dari gerakan KMP.
Sementara itu, Juru Bicara Partai Pembebasan Rakyat (PPR), Surya Anta, menegaskan penolakan kenaikan harga BBM dan tuntutan kenaikan upah harus diletakkan dalam konteks politik hari ini.
“Gerakan kita harus mengatakan tidak pada Jokowi, tapi sekaligus mengambil garis yang terpisah dari kelompok Prabowo/KMP,” kata Surya.
Dalam aksi tersebut, massa sempat membajak mobil pengangkut BBM di depan Kantor PKPI, Cikini. Mobil tersebut dicorat-coret dengan tuntutan “Nasionalisasi aset bangsa” dan “Revolusi”. Sejumlah mahasiswa juga menaiki mobil tersebut dan mengibar-ngibarkan bendera.
PPRI yang merupakan gabungan 31 organisasi ini menawarkan solusi untuk membatalkan kenaikan harga BBM, yakni sebagai berikut:
Jangka pendek:
- Pangkas biaya-biaya perjalanan pejabat negara; pangkas gaji dan tunjangan pejabat negara!
- Terapkan pajak progresif yang ketat bagi para pengusaha dan orang kaya!
- Berantas korupsi dan sita harta-harta koruptor untuk pemasukan negara!
- Tunda pembayaran utang luar negeri!
Jangka menengah dan panjang:
- Hentikan liberalisasi ekonomi!
- Nasionalisasi sektor migas serta aset-aset vital lainnya di bawah kontrol rakyat bagi kemandirian nasional dan kesejahteraan rakyat!
- Hapus utang luar negeri!