
Solidaritas.net, Semarang – Sebagai seorang Supervisor Ethical di PT Mahakam Beta Farma, Moh. Luthfi berulangkali dipindahtugaskan (mutasi) oleh pihak perusahaan. Ia pernah berpindah dari kota Malang, Solo dan kini Semarang. Namun di awal tahun 2013, Moh. Luthfi menolak mutasi ke kota Salatiga dengan alasan perusahaan tidak memberikan surat mutasi resmi dan tidak memberikan fasilitas kendaraan kepadanya.
Padahal, biasanya perusahaan yang berkantor pusat diĀ Jl. Pulo Kambing II no 20 Kawasan Indsustri Pullogadung Jakarta Timur tersebut, selalu memberikan surat perintah mutasi remi dan juga kendaraan operasional untuk Moh. Luthfi jika dipindahtugaskan ke lain daerah.
Penolakan Moh. Luthfi membuat pihak perusahaan mengeluarkan 3 kali surat peringatan, yaitu pada tanggal 25 Maret 2013, 6 April 2013, dan terakhir 13 Mei 2013. Ketiga surat peringatan itu pun ditolak oleh Moh. Luthfi karena ia tidak juga diberi surat resmi dan kendaraan operasional untuk melaksanakan pekerjaannya di Salatiga.
Karena tidak juga mendapatkan kesepakatan antara dirinya dan pihak perusahaan, Moh. Luthfi pun meminta pihak Disnakertrans Kota Semarang untuk melakukan mediasi terkait mutasi dirinya. Namun disaat mediasi tengah berjalan, pihak perusahaan justru memutuskan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap Moh. Luthfi.
PT Mahakam Beta Farma pun mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Semarang. Dalam gugatannya, pihak perusahaan menuntut PHK terhadap Moh. Luthfi dengan kompensasi pemberian uang pisah, karena pihak perusahaan menganggap Moh. Luthfi telah mengundurkan diri dengan menolak perintah mutasi kepadanya. Dalam persidangan, Moh. Luthfi juga mengajukan gugatan balik dengan tuntutan agar dirinya dipekerjakan kembali dan pihak perusahaan membayarkan upah selama tidak dipekerjakan serta THR sebesar 28,8 juta rupiah.
Setelah memeriksa perkara, Majelis Hakim PHI Semarang melalui putusan nomor 34/G/2013/PHI.SMG tertanggal 20 Maret 2014, mengabulkan sebagian gugatan pihak perusahaan dan menyatakan putus hubungan kerja antara Moh. Luthfi dan PT Mahakam Beta Farma. Dalam pertimbangan hukumnya, Majelis Hakim PHI Semarang menyatakan bahwa penolakan terhadap mutasi yang dilakukan oleh Moh. Luthfi berarti pelanggaran terhadap peraturan perusahaan dengan menolak perintah kerja.
Majelis Hakim PHI Semarang menyatakan PHK terhadap Moh. Luthfi telah sesuai dengan ketentuan pasal 161 ayat (1), sehingga PT Mahakam Beta Farma berkewajiban untuk membayarkan kompensasi sesuai ketentuan pasal 161 ayat (3) dalam UU no. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yaitu senilai 41,4 juta rupiah.
Namum pihak PT Mahakam Beta Farma kembali mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung karena merasa keberatan dengan kewajiban membayarkan kompensasi kepada Moh. Luthfi. Melalui putusan nomor 335 K/Pdt.Sus-PHI/2014 tertanggal 14 Agustus 2014, Mahkamah Agung menolak kasasi PT Mahakam Beta Farma dan menyatakan bahwa PHI Semarang telah benar dalam menerapkan hukum serta memutus perkara.
Sumber website Mahkamah Agung
Editor: Andri Yunarko