
Solidaritas.net, Jakarta – Dalam rangka menolak PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, Komite Persatuan Rakyat (KPR) Batalkan PP Pengupahan yang terdiri dari berbagai elemen serikat buruh serta kelompok rakyat di luar buruh berkomitmen untuk terus melakukan perlawanan umum termasuk meluaskan persatuan dan perlawanan ke daerah-daerah pada 18-20 November 2015.
Seluruh elemen yang tergabung dalam KPR Batalkan PP Pengupahan menyatakan akan melancarkan perlawanan umum pada 18, 19 dan 20 November 2015 di 20 Kota/Kabupaten. Perlawanan umum ini tidak hanya dilakukan oleh kaum buruh tetapi juga melibatkan kaum miskin kota, mahasiswa dan petani.
Tuntutan KPR dalam momentum perlawanan umum ini antara lain:
- Batalkan PP Pengupahan No. 78/2015
- Naikkan Upah 50 persen
- Lawan militerisme dan kriminalisasi
Diketahui dalam PP Pengupahan, yang menjadi faktor penambah upah buruh tiap tahunnya hanyalah sekedar angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintah (BPS), dengan mengabaikan survei harga-harga kebutuhan pokok setiap tahunnya yang menjadi patokan Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Atas dasar itu, buruh memastikan, seumur hidupnya kaum buruh dan keluarganya tidak akan pernah merasakan hidup layak.
Olehnya, dalam release pressnya, KPR berpendapat selain melawan untuk mengagalkan PP tentang Pengupahan tersebut, maka kekuatan dan kualitas perlawanan kaum buruh harus maksimal. Bagi KPR, buruh harus mampu melawan berbagai upaya-upaya yang berniat melemahkan dan menggagalkan perlawanan buruh baik yang dari luar maupun dari dalam gerakan buruh itu sendiri. Terlebih, sampai dengan saat ini Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Hanif Dhakiri dalam beberapa pernyataannya menyatakan bahwa PP Pengupahan ini telah dibahas di Tripartit Nasional bahkan terakhir mengatakan ada serikat buruh yang sudah menyepakati PP Pengupahan ini.
KPR meyakini, apabila benar ada yang menyepakati PP Pengupahan, maka itu bukanlah massa buruh di pabrik/basis melainkan elit-elit serikat buruh tertentu yang memiliki kepentingan pribadi dan sekedar memanfaatkan kaum buruh. Maka, gerakan buruh yang benar harus mengkritik dan memblejetinya secara terbuka agar massa buruh tidak terus-menerus ditipu oleh elit-elitnya.