
Solidaritas.net, Jakarta – Tidak pernah terbayangkan sebelumnya oleh Dedi bahwa ia akan mengalami nasib yang sangat menyedihkan seperti saat ini. Pria yang sehari-hari bekerja sebagai tukang ojek itu ditangkap oleh aparat Kepolisian dan dituduh telah melakukan pembunuhan di pangkalan ojek Pusat Grosir Cililitan (PGC), Jakarta Timur. Namun setelah sempat ditahan dan menjalani persidangan, akhirnya dia pun diputus bebas.
Akibat tuduhan tersebut, Dedi terpaksa harus menjalani proses hukum dengan didampingi oleh pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. Selama proses itu, dia mengaku sempat disiksa oleh oknum Kepolisian. Sebelumnya, aparat polisi yang menangkapnya juga tidak menunjukkan surat perintah penangkapan. Padahal dia dan istrinya sudah melakukan pembelaan diri, tidak terlibat dalam pengeroyokan yang menyebabkan satu orang tewas itu.
“Suami saya itu pak, pada saat kejadian udah pulang pak, jam 8 malam. Seminggu kemudian, suami saya kok, tiba-tiba ditangkap sama polisi di pangkalannya. Saat itu jam 1 siang. Saya dikasih tahu teman seojeknya. Suami saya tuh, korban salah tangkap pak,” ungkap istri Dedi sambil menangis saat melakukan konferensi pers di kantor LBH Jakarta, Selasa (28/7/2015).
Yang lebih menyedihkan, pada saat proses persidangan, anak semata wayangnya pun meninggal dunia karena kekurangan gizi. Pasalnya, selama Dedi ditahan, tidak ada yang membiayai hidup keluarganya. Bahkan, pada saat itu, jaksa penuntut umum melarangnya pulang ke rumah, di Jalan Buntu RT 02/12 No 27, Tebet, Jakarta Selatan, untuk melihat kondisi anaknya itu. Namun, setelah menjalani persidangan, ternyata Dedi tidak bersalah dan diputus bebas.
“Korban salah tangkap, Dedi tukang ojek, diputus bebas dugaan tindak pidana pembunuhan. Dedi merupakan korban salah tangkap oleh pihak kepolisian Polres Jakarta Timur, lantaran dituduh melakukan tindak pindana pengeroyokan yang mengakibatkan tewasnya seseorang di pangkalan ojek PGC. Inilah cerita singkat bahaya laten salah tangkap di republik ini! Mau tidak mau Kapolres dan penyidik dan jaksanya harus di copot dari jabatannya!!!! Lawan ketidakadilan di sekelililing anda,” tulis Hendra Supriatna Supriatna melalui akun facebooknya.
Dilansir website LBH Jakarta, Dedi ditangkap aparat kepolisian karena diduga membunuh seorang supir angkutan 06A pada 18 September 2014. Korban bernama M Ronal itu tewas akibat dikeroyok. Masalahnya bermula dari cekcok sesama supir yang berujung dengan perkelahian. Pada sidang pembuktian di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, kuasa hukum Dedi, Romy Leo R. dari LBH Jakarta, menyampaikan pembelaan di hadapan majelis hakim.
Namun, dalam putusannya majelis hakim malah menerima tuntutan dari jaksa penuntut umum, sehingga menyebabkan Dedi harus dipenjara. Tidak puas dengan putusan itu, Dedi pun mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta pada 15 April 2015. Hasilnya, pihak pengadilan menerima banding tersebut dan memutuskan bahwa Dedi terbukti tidak bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan. Dengan begitu, dia pun bebas dari segala dakwaan.
“Saya selaku kuasa hukum sangat mengapresiasi putusan Pengadilan Tinggi Jakarta ini, karena dalam kondisi dan menurunnya kepercayaan masyarakat pada institusi peradilan, melalui putusan Dedi, Pengadilan Tinggi Jakarta memperlihatkan bahwa sesungguhnya peradilan di Indonesia masih membela masyarakat miskin dan tertindas,” ujar Romy pula.