UMK Boyolali Pasca Pilkada Tak Langsung

3

Solidaritas.net, Boyolali – Pada hari Jum’at, 03 Oktober 2015, pemerintah kabupaten Boyolali melalui Bupati telah menyerahkan usulan UMK (Upah Minimum Kabupaten) Boyolali 2015 kepada Gubernur Propinsi Jawa Tengah dan Dewan Pengupahan Propinsi untuk ditetapkan sebesar Rp.1.175.000,- . Berdasarkan keterangan yang diberikan oleh Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan Dinas Sosial Tenaga Kerja dan (Dinsosnakertrans) Boyolali, angka ini telah sesuai dengan besaran angka KHL (Kebutuhan Hidup Layak) yang diperoleh melalui survey yang dilakukan antara bulan Januari-Agustus 2014.

Kredit: Arahjuang.com
Kredit: Arahjuang.com

Keputusan ini mendapatkan protes dari DPD KSPN (Konfederasi Serikat Pekerja Nasional) yang juga telah melakukan survei KHL secara mandiri sebesar Rp. 1.380.000,- di tiga pasar yang ada di Kabupaten Boyolali. Disebutkan bahwa survey yang dilakukan tim survey Dewan Pengupahan Kabupaten Boyolali justru lebih rendah daripada tahun sebelumnya, yaitu sebesar Rp. 1.178.750,- . Menanggapi hal ini, pemerintah Kabupaten Boyolali melalui Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan Dinsosnakertrans hanya mengatakan bahwa hasil survey yang dilakukan DPD KSPN hanya akan menjadi bahan perbandingan saja.

Keputusan ini tentu saja menimbulkan kekecewaan di kalangan buruh Boyolali, mengingat pada kenyataannya terjadi peningkatan harga-harga kebutuhan pokok dibandingkan tahun sebelumnya, yang bertolak belakang dengan hasil survey yang disampaikan pemerintah kabupaten Boyolali. Bahkan tidak diperhitungkan dalam penentuan UMK rencana pemerintah baru untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang pasti menyebabkan kenaikan nilai inflasi (kenaikan harga-harga barang).

Keputusan Bupati Boyolali, Seno Samudro, tidak populer di kalangan buruh sebagai bagian masyarakat Boyolali yang telah memberikan mandat kepada sang Bupati di tahun 2010 yang lalu untuk memimpin Kabupaten Boyolali sebagai daerah industri yang baru berkembang, hingga tahun 2015. Normalnya, situasi penetapan UMK mendekati akhir masa jabatan seorang kepala daerah akan selalu menjadi isu politik perebutan kekuasaan dengan jalan “merebut” hati kaum buruh, seperti terjadi di penetapan UMP DKI 2013 maupun Bekasi dan daerah lainnya. Ini pula yang diakui oleh APINDO dalam berbagai kesempatan, misalnya saat upah naik secara signifikan pada tahun 2012-2013, bahwa kenaikan upah sering juga terkait dengan pemilihan kepala daerah, dilansir dari Sindonews.com (7/11/2012).

Namun kini, sikap elit politik pun berubah, yang tentu menjadi masuk akal jika berkaca pada Undang-Undang yang baru saja disahkan pada Jum’at, 26 September 2014, terkait Pemilihan Kepala Daerah yang tidak lagi dilakukan secara langsung oleh rakyat, melainkan melalui DPRD. Sebuah kemunduran demokrasi yang dampaknya adalah bahwa seorang calon maupun kepala daerah akan berusaha “menyenangkan” hati para anggota Dewan (DPRD) agar terpilih juga untuk mempertahankan kekuasaannya. Diakui maupun tidak, kemunduran demokrasi ini juga berimbas kepada perjuangan kaum buruh untuk meningkatkan kesejahteraannya.

3 Comments

  1. Kepala Daerah yang dipilih oleh DPRD hanya melaksanakan keinginan dan kepentingan DPRD-nya, bukan kepentingan masyarakatnya, ini contoh nyata…..akan terjadi penurunan kesejahteraan rakyat di Indonesia secara terstruktur dan masif, karenanya buruh harus tolak dan lawan PILKADA oleh DPRD. Pemerintah ada untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat bukan kepada DPRD, Pemerintah ada untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan rakyat……

    Reply
  2. Tak adil dgn kenaikan umk cma sbesar 50rb aja sedangkan bbm akan dinaikan sbesar 3000 rpuiah ..
    Smua itu akan membuat bhan pkok mkanan akan naik tdak sbnding dgn knaikan umk dgn bgitu rakyat akan sngsara tdk akan mensejahterakan kaum buruh ..sbgai kaum buruh kami mnolak kenaikan umk yg rendah..
    Klu bgini trus yang miskin smakin miskin yang kaya smakin kaya taraf hdup rakyat tdak akan naik..

    Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *