UNICEF: Indonesia Tak Alami Kemajuan Atasi Gizi Buruk

pasien gizi buruk
Pasien gizi buruk. Sumber: Antara.

Solidaritas.net, Jakarta – Pada tahun 2014, Global Nutrition Report (GNR) melaporkan, sebanyak 37 persen anak Indonesia di bawah usia lima tahun menderita stunting, yaitu pertumbuhan fisik yang lebih pendek untuk usia mereka dan anak dari keluarga miskin di Indonesia memiliki kemungkinan terkena stunting 50 persen lebih tinggi dibandingkan mereka yang berada pada tingkat ekonomi lebih tinggi. Namun 30 persen anak-anak dari keluarga yang berada juga terdampak oleh stunting.

Berdasarkan laporan tersebut, GNR 2014 yang diluncurkan Pemerintah bersama UNICEF dan mitra lainnya pada Senin, (9/02/2015), menilai Indonesia hampir tidak mengalami kemajuan sama sekali dalam menurunkan tingkat kurang gizi anak sejak tahun 2007.

Laporan tersebut juga menilai berbagai pencapaian di bidang gizi oleh 193 negara anggota PBB dan Indonesia adalah satu dari 31 negara yang memiliki resiko tidak memenuhi target World Health Assembly di bidang gizi untuk tahun 2025 mendatang, khususnya dalam pengurangan stunting, wasting (di mana berat tubuh seorang anak terlalu ringan untuk tinggi badan mereka), serta anemia pada wanita usia produktif.

Bahkan jutaan anak di Indonesia mengalami kelebihan berat badan, sehingga dikhawatirkan Indonesia juga tidak akan mencapai target global dalam mengatasi masalah ini.

Hal tersebut mengharuskan perwakilan dari berbagai Kementerian yang membahas temuan memprihatinkan ini berkomitmen untuk menangani sebab utama tingginya kurang gizi di Indonesia.

Sementara itu, Indonesia sendiri dalam memerangi kurang gizi telah meluncurkan gerakan Scaling Up Nutrition (SUN) nasional pada tahun 2013, yang menyatukan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, masyarakat sipil, donor, sektor swasta, peneliti dan PBB.

Menanggapinya, Kepala Perwakilan UNICEF Indonesia, Gunilla Olsson, mengatakan bahwa angka-angka di laporan ini adalah wake-up call bagi semua warga Indonesia.

“Kita perlu segera mengubah situasi ini, kalau tidak satu lagi generasi anak-anak akan terlahir dengan tubuh kecil dengan pertumbuhan terhambat, sehingga berprestasi kurang maksimal di sekolah, berpendapatan kecil di masa dewasa, dan kurang berkontribusi bagi ekonomi Indonesia,” dilansir dari UNICEF Indonesia.

Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani menyoroti hubungan antara kurang gizi dan fenomena pernikahan anak yang masih sangat umum di Indonesia sehingga Pemerintah berkomitmen untuk meninjau ulang undang-undang perkawinan saat ini, yang menetapkan 16 tahun sebagai usia minimum untuk anak perempuan dan 19 tahun untuk anak laki-laki.

Tinggalkan Balasan