Cikarang – Upah Pekerja Harian Lepas (PHL) PT Gunung Garuda tidak sebanding dengan resiko kerja yang mereka terima. Keterangan dari salah seorang buruh PT Gunung Garuda yang sehari – hari bekerja di bagian crane mengatakan, upah yang mereka terima Rp 70.000 per hari, padahal resiko kerja yang mereka hadapai adalah kematian. Walaupun pekerja mengkhawatirkan keselamatan mereka, pekerjaan itu tetap dilakoni untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga,
Foto Ilustrasi Pekerja Crane. |
“Kalau kita jatuh ya mati, tidak mungkin selamat karena kami kerja di atas,” tutur seorang buruh yang enggan disebutkan namanya, Jumat (16/9/2016).
Sementara upah Rp 70.000 per hari menurut buruh tidak cukup untuk keperluan sehari – hari, bahkan untuk standar hidup sehat tidak dapat mereka rasakan.
” Harga nasi bungkus paling murah Rp10.000, ini pun jauh dari standar makanan sehat. Belum lagi kebutuhan lain-lain, seperti biaya pendidikan anak, beras, listrik, air. Ya mau bagaimaan lagi, dicukup-cukupin aja.”
Berdasarkan Pasal 17 ayat (2) Permenaker 7/2013, upah pekerja/buruh harian lepas ditetapkan secara bulanan yang dibayarkan berdasarkan jumlah hari kehadiran dengan perhitungan upah sehari:
(a) bagi perusahaan dengan sistem waktu kerja 6 (enam) hari dalam seminggu, upah bulanan dibagi 25 (dua puluh lima);
(b) bagi perusahaan dengan sistem waktu kerja 5 (lima) hari dalam seminggu, upah bulanan dibagi 21 (dua puluh satu).
PT Gunung Garuda adalah perusahaan peleburan besi dan baja yang membangun pabrik di tengah pemukiman warga. Keberadaannya sudah berulang kali mendapat protes dari warga. Selain menyingkirkan warga dari tanahnya, limbah perusahaan juga sangat berpengaruh buruh terhadap kesehatan.
Tahun lalu pabrik ini juga pernah meledak dan mengakibatkan 12 buruh mengalami luka bakar, lima diantaranya mengalami luka serius.