Oleh: Ata Bu| Solidaritas.net

Upah minimum tahun 2015 seharusnya naik minimal sebesar 50 persen dari upah minimum tahun 2014, termasuk harus berlaku bagi buruh sektor informal. Meskipun, sebenarnya kenaikan itu masih jauh dari standar yang disebut hidup layak bagi buruh terutama secara nasional. Kenaikan 50 persen harus dipandang sebagai tuntutan darurat (kompromi yang menguntungkan), agar buruh dan keluarganya tidak terlalu terdesak kebutuhan ekonominya yang menyebabkan buruh harus lebih banyak lagi menghabiskan waktunya di pabrik dengan kerja lembur (over time), sehingga tidak punya waktu yang cukup untuk bersosialisasi dan meningkatkan kapasitas dirinya. Upah buruh Bekasi sebesar Rp.2,4 juta seharusnya naik menjadi Rp.3,6 juta. Nilai tersebut masih jauh di bawah nilai rata-rata kebutuhan keluarga Indonesia secara nasional. Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2014 mencatat bahwa nilai rata-rata kebutuhan keluarga secara nasional mencapai Rp.5,8 juta.
Apalagi, berkaca pada tahun-tahun sebelumnya, kenaikan upah buruh seringkali menjadi tidak banyak berarti dalam pemenuhan hajat hidup buruh dan keluarganya, karena ditetapkan berdasarkan pada survey kebutuhan hidup tahun berjalan. Sementara, upah minimum yang ditetapkan, berlaku untuk tahun berikutnya. Misalnya, hasil survey kebutuhan hidup tahun 2014 adalah untuk menentukan upah minimum tahun 2015. Belum lagi, pemerintah sering mengeluarkan kebijakan yang berakibat pada penurunan daya beli buruh. Contohnya saat ini, di saat upah buruh belum mendapatkan kepastian kenaikan, Pemerintahan Jokowi-JK sudah menaikan harga BBM (premium dan solar) sebesar Rp.2000, pada Selasa, 17 November 2014. Sangat ironis, kenaikan upah belum dinikmati, tapi harga-harga kebutuhan pokok sudah mengalami kenaikan terlebih dahulu.
Pemkab Bekasi Tidak Berpihak pada Buruh
Perjuangan kaum buruh dalam pengawalan kenaikan upah di Kabupaten Bekasi sempat terhenti dan tidak ada kepastian (baik waktu maupun tempat) ketika tanggal 11 November, Bupati Bekasi tidak mengijinkan Dewan Pengupahan berunding di Kantor Bupati dan sekitarnya. Alasannya, Bekasi menjadi tuan rumah kegiatan Pekan Olah Raga Daerah (PORDA) Jawa Barat yang mulai digelar pada tanggal 12 November dan resmi dibuka pada 15 November 2014. Baru beberapa hari setelahnya ada kepastian perundingan Dewan Pengupahan bertempat di Kantor Kecamatan Cikarang Timur mulai tanggal 17 November 2014.
Dari situasi tersebut, terlihat jelas bahwa Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi tidak berpihak pada buruh. Pertama, Bupati dan DPRD kabupaten Bekasi lebih mengutamakan PORDA ketimbang aspirasi dan tuntutan ratusan ribu buruh yang ada di kabupaten Bekasi. Kedua, lokasi sekitar tempat perundingan, yakni kantor Kecamatan Cikarang Timur merupakan pemukiman warga yang menjadi basis dan terdapat sekretariat beberapa ormas tertentu yang kerap dijadikan centeng pengusaha dalam menghadang aksi-aksi buruh. Masih ingat, pada tahun 2012-2013, ormas kerap melakukan penyerangan terhadap aksi-aksi buruh. Penentuan tempat perundingan Dewan Pengupahan di wilayah tersebut adalah bentuk intimidasi terhadap kebebasan kaum buruh untuk berorganisasi, berdemonstrasi dan memperjuangkan hak-haknya sebagai manusia yang bekerja. Inilah bentuk nyata dari tindakan anti demokrasi yang dilakukan oleh pemerintah dan pengusaha.
Tuntutan yang Seharusnya
Tugas gerakan buruh di Kabupaten Bekasi saat ini selain menuntut pemenuhan kesejahteraan, adalah penyempurnaan demokrasi untuk memberikan ruang yang semakin luas bagi kaum buruh dalam memperjuangkan berbagai tuntutannya. Buruh juga harus menggalang sekutu dari eleman lain untuk melancarkan tuntutan bersama. Aksi long march Federasi Gabungan Solidaritas Perjuangan Buruh (GSPB) dan Pusat Perjuangan Mahasiswa untuk Pembebasan Nasional (PEMBEBASAN) pada tanggal 18 November 2014 sebagai bagian dari upaya membangkitkan semangat dan militansi kaum buruh di Bekasi.
Berdasarkan analisa di atas, maka dapat disimpulkan bahwa buruh seharusnya menuntut: upah minimum tahun 2015 sebesar minimal 50 persen; batalkan kenaikan BBM, dan; demokrasi yang seluas-luasnya bagi kepentingan buruh dan rakyat miskin.