Solidaritas.net, Jember – Akibat membayar upah lebih rendah dari Upah Minimum Kabupaten (UMK) Jember, buruh yang aktif dalam Serikat Buruh Plastik Gebang (Sabupage) mempidanakan pemilik CV Gebang Jaya.
Pada Selasa (16/6/2015) lalu, pemilik CV Gebang Jaya, sudah menjalani persidangan perdana di Pengadilan Negeri Jember dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Sidang perdana kasus upah di bawah UMK yang tidak berlangsung lama itu, terdakwa dianggap melakukan tindak pidana ketenagakerjaan sesuai pasal 185 ayat (1) jo. Pasal 90 ayat (1) UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Dijelaskan dalam Pasal 90 ayat (1) bahwa pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 89 yaitu upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota dan upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota.
Apabila ketentuan tersebut dilanggar, maka akan mendapatkan sanksi pidana sebagaiamana dijelaskan dalam pasal 185 ayat (1) UU No 13 Tahun 2003:
“Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (1), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000 (empat ratus juta rupiah).”
Satu minggu setelah sidang pertama berlangsung, sidang kedua pun digelar pada Selasa (23/6/2015) dengan agenda pembacaan eksepsi oleh kuasa hukum terdakwa. Dilanjutkan sidang ketiga pada Selasa (30/6/2015) dengan agenda mendengarkan bantahan sekaligus pembuktian dakwaan atas eksepsi dari kuasa hukum terdakwa.
Dalam eksepsinya, kuasa hukum terdakwa menjelaskan bahwa kasus ini harus diselesaikan dalam Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) dan Pengadilan Negeri Jember tidak berwenang mengadili kasus tersebut, karena menyangkut upah tenaga kerja. Ia menilai tanggapan JPU hanya penilaian jaksa semata, bukan menurut undang-undang. Sebab, kasus tersebut berawal dari hubungan ketenagakerjaan.
Namun eksepsi itu ditolak oleh JPU Tendik Wicaksono karena perkara yang disangkakan terhadap terdakwa merupakan perbuatan pidana. Sehingga alasan kuasa hukum terdakwa yang meminta kasus tersebut diselesaikan melalui PHI, tidak berdasar hukum.
Dijelaskan wewenang PHI adalah perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), perselisihan hak, perselisihan kepentingan dan perselisihan antar SP/SB dalam satu perusahaan sedangkan perkara yang dihadapi buruh adalah tindak pidana akibat membayarkan upah lebih rendah daripada UMK.
Berdasarkan hal itu, JPU meminta majelis hakim Pengadilan Negeri Jember memutus dalam putusan sela untuk melanjutkan persidangan, dengan dasar pemeriksaan surat JPU. Ketua Majelis Hakim, Nur Kholis, menunda sidang Selasa pekan depan dengan agenda putusan sela.
Pada tahun 2014 sekitar 40 orang buruh CV Gebang Jaya menerima upah di bawah UMK yang bervariasi, yaitu berkisar Rp.600.000-Rp.800.000 per bulan. Padahal UMK Jember tahun itu sudah berada di angka Rp 1.270.000 per bulan atau Rp 50.800 per hari, tetapi pekerja hanya dibayar bervariasi dengan kisaran Rp 39.700 hingga Rp 42.100 per hari,
“Kasus upah di bawah UMK ini sudah terjadi sejak tahun 2012-2014. Hingga akhirnya pada tahun 2014 buruh CV Gebang Jaya ditelantarkan tanpa status kerja yang jelas,” kata Ketua Sabupage, Kholifah kepada Solidaritas.net, Selasa (30/6/2015).
Menghadapi perkara ini, Holifah bersama rekan-rekannya juga berpegang pada pasal 189 UU No 13 Tahun 2003 yang menerangkan bahwa sanksi pidana penjara, kurungan, dan/atau denda tidak menghilangkan kewajiban pengusaha membayar hak-hak dan/atau ganti kerugian kepada tenaga kerja atau pekerja/buruh.