Solidaritas.net, Yogyakarta – Cerita ini bukanlah cerita yang pertama terjadi. Film SENYAP yang mengisahkan kejahatan kemanusiaan yang terjadi era Orde Baru, diberangus di mana-mana. Setiap ada penyelenggaran diskusi film tersebut selalu ada intimidasi oleh militer ataupun ormas-ormas Islam garis keras. Intimidasi kali ini terjadi di Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Rhetor, salah satu LPM yang merupakan organisasi kemahasiswaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. LPM Rhetor bermaksud menyelenggarakan pemutaran film, diskusi Publik dan Launching Buletin dengan tema “Indonesia Menonton Senyap, Rakyat Menggugat” pada hari Rabu, 11 Maret 2015 bertepatan dengan peristiwa SUPERSEMAR.
Belum sampai pada hari dilaksanakannya acara, Senin, 9 Maret 2015 LPM Rhetor mendapat intimidasi dari pihak kampus. Kronologi ceritanya adalah pada hari itu salah satu panitia penyelenggara dipanggil oleh Wakil Rektor (Warek) III Siti Ruhaini Dzuhayatin selaku Bidang Kemahasiswaan untuk membatalkan acara pemutaran film. Padahal proposal sudah masuk satu minggu sebelumnya, dan pada tanggal 6 Maret LPM Rhetor sudah mendapat legitimasi acara dan fasilitas tempat di gedung Rektorat lama dari pihak birokrasi kampus. Menjadi aneh ketika tiba-tiba apa yang sudah di legitimasi ditarik kembali menjadi tidak difasilitasi dan proposal tidak disetujui.

Alasan yang disampaikan oleh Wakil Rektor 3 terkait hal tersebut adalah menimbang masalah keamanan dan ketertiban umum. Pihak Rektorat memberi saran jika kegiatan tersebut tetap dilaksanakan, maka dilakukan secara tertutup dan bersifat “akademic exersice”. Pernyataan tersebut tertulis dalam memo yang ditandatangani Wakil Rektor III, yang ditempel di proposal yang diajukan LPM Rhetor.
Menurut pengakuan dari pimpinan umum Rhetor, Haidar, saat memenuhi panggilan Warek III untuk membahas kegiatan tersebut, sebelum adanya panggilan terhadap LPM Rhetor sudah ada rapat jajaran Rektorat yang akhirnya menarik kembali legitimasi acara. Ini menjadi kecurigaan bersama kawan-kawan dari LPM Rhetor, bahwa ada intimidasi dari pihak militer yang mendatangi Rektorat. Kecurigaan tersebut juga dilihat dari pernyataan dari Warek III dalam obrolan bersama pimpinan LPM Rhetor, bahwa ada ketakutan-ketakutan akan adanya pemberangusan dari militer dan Front Pembela Islam (FPI). Hal tersebut dikarenakan film yang akan diputar adalah film berbau komunisme, dan kampus UIN bukan ruang untuk mempropagandakan komunisme. Selain melihat alasan tersebut, juga dari pihak kampus menimbang pernah ada instruksi Sultan untuk menjaga stabilitas Jogja berhati nyaman.
LPM Rhetor selaku panitia penyelenggara juga ditakut-takuti dengan ancaman apabila acara tersebut tetap dilaksanakan di dalam kampus, maka jika terjadi kekacauan bahkan sampai kerusuhan yang mengakibatkan kerusakan fasilitas kampus, maka akan ada pidana bagi penanggung jawab acara yaitu LPM Rhetor. Selain itu, LPM Rhetor tidak diperbolehkan menyebarkan berita kepada media-media atau tidak boleh ada liputan dari media manapun.
Dari kejadian tersebut, jelas bahwa ruang demokrasi terus dirampas, dan kampus sebagai tempat bebas berpendapat juga diinjak-injak. Sebelumnnya di Yogyakarta di kampus UGM, ISI, dan Sanata Dharma yang menyelenggarakan pemutaran film Senyap digagalkan oleh pihak kampus dan militer. Sekarang di UIN Sunan Kalijaga. Namun, hal tersebut tidak membuat kawan-kawan LPM Rhetor mundur dari acara. Banyak solidaritas datang dari sesama lembaga pers mahasiswa dan juga gerakan mahasiswa. Bahkan ada beberapa lembaga lain di luar mahasiswa turut mendukung acara. Maka, sejauh ini sikap dari LPM Rhetor akan tetap melanjutkan acara pemutaran film dan diskusi publik tersebut dengan menggalang kekuatan bersama solidaritas yang datang dari berbagai pihak.


Yogyakarta, 9 Maret 2015.