Solidaritas.net, Bekasi – Setelah mengikuti aksi mogok nasional selama empat hari berturut-turut dalam rangka menolak PP Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan. Sebanyak 75 orang buruh PT DMC Teknologi Indonesia dikenai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Buruh menduga pemutusan hubungan kerja (PHK) ini ditujukan untuk memberangus PUK SPEE FSPMI PT DMC TI. Sebab, dari sekian banyaknya buruh PT DMC TI yang mengikuti aksi mogok nasional, hanya buruh-buruh yang aktif dalam serikat tersebut yang dikenai PHK.
“Karena aksi monas selama empat hari berturut-turut maka kami melakukan mogok kerja dan berujung PHK. Hampir 600 orang yang mengikuti aksi, namun hanya pengurus, Badan Koordinasi (Bakor) dan Garda Metal (GM) yang dikenai PHK,” tutur salah seorang Bakor yang di PHK, Reza Afrizal kepada Solidaritas.net, Selasa (1/12/2015)
Dari 75 orang buruh yang di PHK, 14 orang diantaranya adalah pengurus serikat, 15 orang Garda Metal, 40 orang Badan Koordinasi atau koordinator lapangan dan enam orang anggota serikat.
Selain itu, dugaan pemberangusan serikat semakin dikuatkan oleh beberapa fakta. Pertama, pengusaha melakukan PHK tanpa mengacu pada Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara pengusaha dan serikat pekerja. Tanpa melayangkan Surat Peringatan (SP) satu, dua dan tiga, pengusaha langsung melayangkan surat PHK kepada buruh pada 28 November 2015.
Kedua, Reza menjelaskan, PHK sepihak semacam ini tidak seharusnya terjadi karena pada Mahkamah Konstitusi (MK) hal tersebut sudah dicabut. Artinya, PHK sepihak batal demi hukum. Selain itu, menurutnya, PHK baru boleh dilakukan jika antara serikat pekerja dan pengusaha sudah dilakukan perundingan. Apabila perundingan tersebut tidak dapat dihindarkan maka harus diproses di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
“Dan buruh yang terkena PHK sepihak masih harus bekerja seperti biasa. Namun saat ini pihak manajemen tidak membiarkan kami masuk kerja,” ucapnya