Solidaritas.net, Jakarta – Sejumlah elemen serikat pekerja yang tergabung dalam Front Nasional Tolak BPJS (FRTB) telah mengajukan judicial review pembatalan UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Front ini tengah menanti keputusan MK yang akan dibacakan pada hari Kamis, 16 Oktober 2014.

FRTB terdiri dari Serikat Pekerja Nasional, Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI) 1992, SPOI, Gabungan Serikat Pekerja Merdeka Indonesia (Gaspermindo), Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman (SPSI RTMM) serta unsur non serikat pekerja Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Menurut Koordinator FRTB, Sunarti, jika MK mengabulkan gugatan judicial review ini, maka UU BPJS secara otomatis tidak akan berlaku. Pihaknya melakukan pengujian pengujian terhadap Pasal 1 angka 5, Pasal 14 ayat 2, Pasal 17 ayat (1), ayat (2), ayat (4), dan ayat (5), Pasal 19 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 30, Pasal 36, Pasal 40, Pasal 44 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN.
“SJSN dan BPJS melepaskan tanggungjawab sosial negara untuk melindungi rakyatnya. Jika menunggak diancam denda 2 % akumulasi setiap bulan keterlambatan. Jika tidak terdaftar di BPJS maka diancam sanksi administrasi berupa tidak mendapatkan layanan publik tertentu dari pemerintah, misalnya pembuatan KTP, KK, Paspor dan surat penting lainnya,” kata Sunarti dalam siaran persnya, Selasa (14/10/2014).
Sunarti mengatakan sanksi administrasi ini akan efektif berlaku mulai 1 Januari 2015. Ia juga mengatakan bahwa BPJS sebenarnya bukan jaminan sosial seperti namanya, tapi asuransi sosial yang diwajibkan.
“Dulu buruh tidak perlu membayar iuran, sekarang harus bayar iuran sebesar 1 persen untuk jaminan kesehatan, sementara pengusaha membayar 4 persen. Selain itu, buruh harus mebayar 2 persen untuk jaminan kecelakaan, jaminan kematian 0,5 persen dan jaminan pensiun 3 persen,” jelasnya.