Solidaritas.net, Jakarta – Puluhan massa dari Pusat Perlawanan Rakyat Indonesia (PPRI) melakukan aksi massa memperingati Hari Pekerja Rumah Tangga (PRT) Internasional, Selasa (16/6/2015) . Hari PRT diperingati setelah lahirnya Konvensi ILO 189 tahun 2011 tentang Kerja Layak Pekerja Rumah Tangga. Namun, hingga kini tersebut belum diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia. Massa PPRI menuntut perlindungan terhadap pekerja rumah tangga (PRT) yang selama ini rentan mengalami pelanggaran hak hingga kekerasan.
Di depan gedung DPR, PPRI menuntut penyetaraan status dan hak PRT dengan buruh formal di mata hukum formal dengan cara pemerintah harus mengesahkan RUU PRT. Setelah melakukan berbagai orasi dan dua perwakilan massa diterima oleh DPR, massa aksi melanjutkan aksi ke Kementrian Ketenagakerjaan.
Salah seorang dari peserta aksi adalah Nuraini, perempuan asal Sumbawa, umur 32 tahun, bekerja sebagai PRT di Kuwait selama 10 tahun tanpa gaji. Sebelum diselamatkan dan dipulangkan ke Indonesia, selama 8 bulan ia disiksa oleh majikan, dikurung dalam gudang, diberi makan setiap dua atau tiga hari sekali. Badannya diikat hingga kakinya lumpuh dan menempel ke paha. Karena itu, ia harus menggunakan kursi roda.
Celakanya, pemerintah mengabaikan nasib Nuraini. Haknya selama 10 tahun tidak dibayarkan hingga kini. Bahkan, Nuraini tidak kunjung dimasukkan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan sebagaimana mestinya. Nuraini meminta doa dari semua orang agar ia segera mendapatkan hak-haknya kembali dan bisa masuk rumah sakit. Ia ingin bisa berjalan kembali. Itulah harapannya saat ikut mendatangi Kemenakertrans yang beralamat di Jalan Gatot Subroto Jakarta.
Kedua orang tua Nuraini selalu setia menemani anaknya untuk menuntut hak-haknya. Bahkan, mereka rela menjual sawah untuk biaya datang ke Jakarta.
***
Update: Setelah PPRI berunjuk rasa dan beraudiensi dengan pihak Kemenakertrans, Nurani akhirnya dimasukkan ke rumah sakit Polri.