Saut Situmorang saat menyampaikan orasi di depan Pengadilan Negeri Jakarta Timur, 8 September 2016. Foto: Erniyanti/Solidaritas.net (CC-BY-SA-3.0) |
Jakarta- Sastrawan Saut Situmorang divonis hukuman percobaan lima bulan penjara, dia dituduh melanggar pasal 27 UU Informasi Transaksi Elektronik (ITE) karena melakukan penghinaan dan pencemaran nama baik kepada Fatin Hamama melalui media social Facebook.
Vonis yang dijatuhkan hakim hari ini , memaksa sastrawan Saut Situmorang tidak diperbolehkan mengulangi perbuatannya selama masa hukumannya.
Kuasa hukumnya Saut Asri Vidya Dewi mengatakan vonis tersebut itu bukanlah sebuah kekalahan. Dalam siaran persnya Asri menyebut Saut menang dengan melawan sejak awal.
“Dunia sastralah yang kalah ketika kritik sastra dijerumuskan dalam arena hukum. Itulah krimibalisasi sastra, yang pertama kali terjadi di Indonesia, sebuah preseden buruk bagi dunia sastra,” tulis Asri.
Bagi Asri, ini adalah perkara besar, perkara yang menohok dunia sastra dan demokrasi, dan Saut Situmorang tidak tinggal diam, tidak tergiur untuk kompromi berdamai atas ancaman pemidanaan yang dihadapi, seperti yang diucapkannya “Tidak Ada Damai Dengan Bajingan”.
Keputusan terhadap Saut yang ditetapkan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, hari ini Kamis (8/9) disambut protes oleh massa yang mengikuti proses sidang dengan melakukan aksi di depan Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
“Saya divonis penjara lima bulan karena kata ‘bajingan’,” teriak Saut dalam orasinya.
Ini adalah buntut dari kontroversi diterbitkannya buku “33 Tokoh Sastra Paling Berpengaruh di Indonesia” yang memasukkan nama pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Denny JA, sebagai salah satu tokohnya.
Saut menganggap ada upaya manipulasi sejarah sastra Indonesia dengan menampilkan Denny JA sebagai penyandang dana buku tersebut. Hingga akhirnya Saut berdebat dengan penyair perempuan, Fatin Hamama di media sosial, terutama di Facebook dan berakhir dengan pengaduan Fatin Hamama ke Polres Jakarta Timur.
Perdebatan antara Saut dan Fatin terjadi pada pada 2014 lalu. Fatin melaporkan sastrawan asal Yogyakarta ini, atas komentar ‘bajingan’ pada postingan Iwan Soekri di dinding grup Facebook ‘Anti Pembodohan Buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh’. Saut disangka melakukan penghinaan terhadap lawan polemiknya Fatin Hamama dalam perkara terbitnya buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh di Indonesia.
Sastrawan kerakyatan menolak nama Denny JA masuk sebagai salah satu tokoh dari 33 tokoh sastra paling berpengaruh karena Denny JA dinilai lebih patut disebut sebagai politisi tukang survei dibanding sastrawan.
Lha kalau para haters mengumpat n memaki para simbol negara koq dibiarkan?