Peringati Peristiwa ‘Biak Berdarah’, Mahasiswa Papua di Bandung Gelar Aksi

0

Solidaritas.net, Bandung – Mungkin tidak banyak masyarakat Indonesia yang mengetahui tentang peristiwa ‘Biak Berdarah’. Namun, tidak begitu bagi para korban dan keluarganya yang mengalami peristiwa pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi di Biak, Papua itu. Sekitar 17 tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 6 Juli 1998, ratusan orang warga Papua menjadi korban penganiayaan dan tindak kekerasan yang dilakukan oleh aparat militer.

biak berdarah
Foto ilustrasi: Tabloidjubi.com.

Hingga saat ini, masyarakat Papua masih terus mengenang peristiwa ‘Biak Berdarah’ itu. Meski kasusnya sudah dibawa di pengadilan, namun proses hukumnya tak jelas hingga saat ini. Oleh karena itu, masyarakat Papua terus menyuarakan pengusutan peristiwa ‘Biak Berdarah” tersebut. Salah satunya, Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Bandung yang menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Sate, Bandung, Senin (6/7/2015).

“Peristiwa pelanggaran HAM ini sudah diproses di pengadilan, bahkan sudah ke Mahkamah Agung. Tapi, jangan ditanya kelanjutan proses hukumnya, toh, kekejaman militer di Papua sejak tahun 1963 tidak pernah ada ujungnya. Bahkan, pembangunan markas-markas komando TNI maupun Polri semakin diperbanyak dan diperluas,” ujar AMP Bandung dalam aksi unjuk rasa tersebut, seperti dikutip dari situs pembebasan.org, Rabu (8/7/2015).

Massa aksi yang berjumlah sekitar 30-an orang itu satu per satu melakukan orasi politik untuk menjelaskan kepada masyarakat tentang apa yang terjadi di Papua dan apa yang sejatinya dikehendaki oleh rakyat Papua. Mereka mengingatkan kepada seluruh rakyat, bahwa 17 tahun yang lalu, tepatnya tanggal 6 Juli 1998 telah terjadi sebuah peristiwa anti kemanusiaan yang dilakukan oleh aparat militer Indonesia, yakni peristiwa ‘Biak Berdarah’.

Peristiwa itu diawali dengan aksi damai yang diikuti sekitar 500-1000 rakyat Papua. Namun, aksi itu berakhir dengan pembantaian, karena aparat militer menuduh mereka melakukan gerakan separatis. Dalam peristiwa itu, represi berupa dan penembakan terjadi secara brutal, hingga korban berjatuhan. Menurut catatan, sebanyak 230 massa menjadi korban, delapan orang meninggal, tiga orang hilang, empat orang luka berat, 33 orang ditahan dengan sewenang-wenang, dan 150 orang lainnya juga turut mengalami penganiayaan.

“Hingga kini, kekerasan di Papua tak pernah berhenti. Penyiksaan, pemukulan, penahanan sewenang-wenang terus terjadi. Rakyat bangsa Papua hidup dalam asuhan kekejian tentara dan tindak kekerasan polisi,” tambah keterangan dari AMP Bandung dalam orasi politiknya.

Dalam aksi unjuk rasa untuk memperingati peristiwa ‘Biak Berdarah’ itu, AMP Bandung juga menyampaikan pernyataan sikapnya berupa tiga tuntutan terhadap pemerintah, yakni:

  1. Buka ruang demokrasi seluas-luasnya, berikan kebebasan dan hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Papua sebagai solusi demokratis.
  2. Tarik militer (TNI-Polri), organik dan non-organik dari seluruh tanah Papua sebagai syarat damai.
  3. Tutup Freeport, BP, LNG Tangguh dan MNC lainnya yang merupakan dalang kejahatan kemanusiaan di atas tanah Papua.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *