Inilah Alasan Buruh PT SPIL Mogok Kerja

1

Solidaritas.net, Jakarta – Buruh PT Salam Pacific Indonesia Lines (SPIL) melakukan aksi mogok kerja sejak Selasa, 7 Oktober 2014, karena dipicu oleh perlakuan pengusaha yang dianggap sewenang-wenang. Ratusan massa Serikat Buruh Transportasi Perjuangan Indonesia (SBTPI) yang terdiri dari para supir truk mendatangi kantor cabang PT SPIL, Selasa (14/7/2014), yang berlokasi di Tanjung Priok Jakarta.

Buruh SBTPI Tanjung Priok demo
Arak-arakan massa anggota SBTPI menuju PT SPIL Cabang Jakarta. Kredit: Dok Gallyta.

Menurut advokat SBTPI, Gallyta Nur, massa anggota SBTPI memberikan dukungan terhadap 90an buruh PT SPIL yang melakukan pemogokan. (Baca juga: Upah Lembur Hanya Rp.3000, Buruh PT SPIL Mogok Kerja)

“Aksi ini sebagai bentuk solidaritas kepada rekan kami yang melakukan pemogokan,” kata Gallyta kepada Solidaritas.net.

Masih menurut Gallyta, ada empat hal yang menjadi alasan buruh terus melakukan pemogokan, yakni:

1. Upah lembur hanya Rp.3000
Buruh bekerja lembur selama empat jam pada hari Senin sampai Sabtu dihitung sebagai lembur “mati” yang dibayar Rp.3000 per jam atau Rp.12.000 selama empat jam.

2. Upah lembur hanya Rp.4000 pada hari libur
Buruh bekerja lembur pada hari Minggu pagi sampai Senin pagi selama 24 jam dihitung lembur “mati” yang dibayar Rp.4000 per jam atau jika ditotal sebesar Rp.96.000 selama 24 jam lamanya.

3. Mutasi
Pihak buruh yang meminta perundingan bipartit, malah dimutasi pada tanggal 11 September. Hal ini berlanjut hingga jumlah buruh yang dimutasi seluruhnya tiga pengurus dan 11 anggota SBTPI yang bekerja di PT SPIL.

4. Dianggap masuk tanpa izin
Karena gagal berunding, anggota SBTPI Komisariat PT SPIL memutuskan melakukan mogok kerja. Di saat mogok, salah seorang polisi mendatangi lokasi pemogokan. Polisi mengatakan, pengusaha telah membuat pengaduan bahwa buruh memasuki pekarangan Kantor PT SPIL Cabang Jakarta tanpa izin. Padahal, menurut Gallyta, pihak SBTPI telah melayangkan surat pemberitahuan mogok kepada pihak manajemen PT SPIL Cabang Jakarta dan kantor pusat di Surabaya pada tanggal 27 September 2014. Hal ini sudah sesuai dengan ketentuan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Sangat disayangkan, Kepolisian malah mempersoalkan aduan pengusaha yang tidak berdasar, bukan pelanggaran pengusaha yang membayar upah lembur buruh hanya Rp.3000 per jam.

“Saya bilang “memangnya bayar upah Rp.3000 itu diizinin oleh Undang-Undang, ya, Pak Polisi”,” tandasnya.

One Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *